Dari Cirebon kami menumpang kereta api pagi ke Stasiun Tegal. Pukul 10.41 kami tiba di tujuan dan wow terbengong-bengong memandang interior arsitektur bangunan stasiunnya, cantik sekali!
Berjodoh juga saya dengan kota ini. Seperti Cirebon, ketinggian Tegal dari permukaan air laut hanya 4 m. Dengan begitu saya pun sudah siap menghadapi hawa panasnya, dengan payung!
Namun sebelum menginjakkan kaki keluar stasiun, saya dan Retna melihat-lihat bangunan utama stasiunnya. Walah indah sekali. Bangunan utama berbentuk kubus.
Di dinding timur dan barat ada dekorasi kaca patri. Pada dinding bagian barat ada satu kaca patri besar melengkung. Semua orang diarahkan langsung masuk ke gate tiket atau duduk di ruang sebelah. Kami memandang interior Stasiun Tegal itu dengan berdiri.
Mungkin hanya petugas tiket dan punggung kitalah yang akan menyaksikan betapa menawannya dinding barat tersebut. Sebab gate keberangkatan membuat penumpang berdiri membelakangi dinding tersebut.
Orang-orang pun hanya mondar-mandir dari sayap kiri gedung ke kanan dan sebaliknya. Jadi teman-teman, bila nanti ada kesempatan mengunjungi Tegal melalui jalur kereta api, tengoklah sebentar keindahan interior arsitekturnya itu. Luar biasa cakepnya.
Karena dinding berkaca patri di pintu masuk itu mengarah ke barat, kalau cahaya senja meluap-luap tentu terbayang bagaimana bayangan dan berkasnya jatuh ke dalam gedung stasiun. Sewaktu saya di sana matahari sorenya tidak terlalu berkilau, sore yang kelabu. Padahal siang harinya panas mentrang.
Walau demikian saya kebagian sedikit berkas cahaya suci itu dan kamera hp android megap-megap memotretnya. Sedangkan mata saya menangkap keindahan senja di Stasiun Tegal itu dengan manis.
Bagian atap stasiun tidak kalah manisnya. Atapnya menjulang tinggi dan terbuat dari susunan balok kayu. Mirip tumpangsari. Jujur saja itulah langit-langit bangunan stasiun tercantik yang pernah saya lihat. Saya beruntung bisa menyaksikan itu semua.
Stasiun Tegal dibangun tahun 1885. Beda setahun dengan umurnya Stasiun Bandung. Tapi umur kota beda jauh. Umur kota tegal 444 tahun sedangkan kota bandung masih anak-anak yakni 214 tahun. Info lain-lainnya tentang stasiun ini bisa teman-teman baca di wikipedia. Namun ada satu fakta menarik yang saya temukan waktu googling arsitek bangunan Stasiun Tegal: Henri Maclaine Pont.
Maclaine Pont adalah juga arsiteknya bangunan ikonik nan cantik di Bandung bernama Aula Barat dan Aula Timur ITB. Menarik sekali sebagai orang bandung saya bisa terhubung dengan kota tegal karena ada jejak arsitek kolonial yang sama, selain warteg dan teh pocinya itu. Hehe.
Retna dan saya memotret habis-habisan bangunan Stasiun Tegal. Namun saat berfoto di luar saya tidak bisa berkutik. Mataharinya serasa di atas kepala. Payung masih saya simpan dalam tas. Temperatur saat itu 34 derajat celsius. Pukul 11 siang. Panas ngabetrak!
Dari Bandung ke Tegal pergi - pulang satu hari:
1. Naik shuttle Bhinneka jurusan kota Cirebon pukul 6.15
2. Di Cirebon, naik gojek ke Stasiun Prujakan
3. Beli tiket goshow ke Tegal, Rp35.000
4. Menumpang KA Kaligung pukul 9.10
5. Sampai di Tegal pukul 10.41
6. Kembali ke Stasiun Tegal naik KA Airlangga tujuan Cirebon pukul lima sore
7. Turun di Stasiun Prujakan pukul 18.45
8. Naik gojek ke pool travel/shuttle
9. Otw ke Bandung naik shuttle Bhinneka pukul 19.30
10. Sampai di Bandung 21.30
stasiun tegal kala senja |
Jam keberangkatan dan kepulangan bisa berubah tergantung jadwal kereta api yang sewaktu-waktu bisa berubah juga. Namun bila teman-teman ada rencana trip ke Tegal sebagaimana saya, maka bisa contek jadwal di atas. Kalau ketemu shortcut Bandung-Tegal yang lebih cepat juga boleh dibagikan infonya di komen.
Pergi pulang satu hari memang melelahkan. Idealnya menginap dan menikmati Tegal seluas-luasnya. Namun tidak semua orang memiliki keistimewaan yang ideal itu. Waktu tidak banyak, budget tidak berlebih. Adanya segitu ya dinikmati dan dijalani saja yang ada. Tujuh jam di Tegal bagi saya sendiri sangat terasa nikmatnya.
Jadi jalan-jalan ke Tegal kan? Jadilah hayuk!
Post Comment
Post a Comment