Kami habis buka puasa dan energi di badan terasa seperti habis dikuras. Belum lagi saya dan Indra harus bermotor di jalanan Bandung yang basah sehabis hujan, pukul delapan malam. Jadi tambahkan: kedinginan. Indra menghentikan motornya di depan warung bernuansa oriental, kami sedang di Cibadak. "Kembang Tahu dulu yuk biar enakeun badannya," ajaknya.
Kembang Tahu cocok buat kondisi kami yang jompo digigit pekerjaan, usia, dan cuaca. Kok Indra kepikiran aja ya makan di sini, hehe. Pas aja gitu. Kami lepas jaket dan langsung ambil posisi kursi di pojok, yang ada alas bantalnya. Di Waroeng Djahe kami nongkrong sejenak meredakan letih.
Kembang Tahu dua
Roti bakar satu
Teh tawar anget dua
Begitulah pesanan kami dan semuanya tandas dalam waktu...10 menit? wkwkwkwk aduh kami ini kalau makan seperti tentara. Sat set sat set. Kebiasaan buruk. Padahal magribnya sudah buka puasa dengan makanan berat nih!
Waroeng Djahe berada di jantung kota. Bila kamu berada di Alun-Alun, kamu bisa mencapai warung ini dengan berjalan kaki saja. Kalo gak mau ribet bisa sih naik ojek online aja. Lokasinya persis di perempatan Jalan Astana Anyar dan Jalan Cibadak.
Tempat ini menurutku suaka dari hiruk pikuk jalanan yang super sibuk itu. Masuk ke dalam Waroeng Djahe terasa hawanya kalem. Mungkin karena efek lampu juga sih.
Penganan di sini gak ada yang berat-berat. Semuanya makanan pendamping. Mulai dari Kembang Tahu, Wedang Ronde, Bubur Ketan Hitam, dan aneka Dimsum. Jadi menunya menu santai semua.
Kalau mampir ke Waroeng Djahe saya selalu pesan Kembang Tahu. Setiap menghabiskan semangkuk makanan (atau minuman?) ini, tenaga di tubuh saya terasa pulih lagi. Seperti habis dicharge. Jahenya itu lho menjalar ke seluruh otot dan tulang. Rasanya ironman siap tempur lagi. Hehe apa sih.
Gak ngerti lagi bagaimana dunia tanpa Kembang Tahu ya. Dia punya efek yang menyembuhkan. Sesuatu yang sembuh dalam diri kita itu entah apa namanya. Apakah letih, capek, stres, apa atuh ya. Keruwetan kali ya namanya? Semacam kekacauan yang membuat kepala puyeng dan tubuh pegal-pegal, Kembang Tahu dapat menyembuhkan rasa kacau itu.
Meski begitu sejujurnya Kembang Tahu di sini bukan yang terbaik. Selain jahenya kurang nendang, panas kuahnya kurang gahar. Kembang Tahunya pun tipis saja hanya beberapa lembar.
Kembang Tahu ala mamang-mamang yang gerobaknya dipikul itulah rasa yang terbaik, karena panas kuahnya pas, jahenya nyolot, dan Kembang Tahunya berlembar-lembar.
Namun yaudahlah segitu juga cukuplah. Soalnya susah nangkep mamang-mamang Kembang Tahu di mana coba, seringnya saya temukan gak sengaja. Sulit nyari warung Kembang Tahu yang menetap seperti Waroeng Djahe.
Kuliner Cibadak tanpa babi pasti gak afdol. Tanpa Kembang Tahu apalagi. Hehe.
Bila ke sini saya selalu duduk di pojok. Alas duduknya berbantal jadi enakeun duduknya. Bisa nyenderin punggung pula. Hehe. Gitu aja sih.
Kembang Tahu ini harganya 18.000. Gak tahu nih udah naik belum harganya secara abis Lebaran harga-harga naiknya gila semua.
Post Comment
Post a Comment