Di tahun 2019, saya pasang target ke diri sendiri. Saya harus baca buku sebanyak 12. Ya, dua belas buku!
Kupikir, apa susahnya membaca satu bulan satu buku. Target ini kutiru dari programnya Puty. Kalo target membacaku di bawah angka 15, Puty udah naro angka sampai 40. Gokil!
Terus bagaimana, apakah terkejar targetnya?
Entah apa ku harus bangga dengan pencapaian ini. Saya berhasil melampaui target tersebut. Seingatku, buku yang lahap kubaca ada 18 jumlahnya. Lebih baik dari tahun 2018 yang kayaknya cuma 12 buku. Target yang kubuat gak jauh-jauh dari yang jumlah yang normalnya saya baca dalam setahun sih.
Inilah evaluasi yang harus kutanamkan di tahun 2020: mencatat dan memotret buku. Dan keluar zona nyaman (tapi tentang zona nyaman ini nanti saja tahun 2021 :D).
Apa saja judul buku-bukunya, itulah yang saya lupa rinciannya. Coba saya catat seingatku ini ya:
Oeroeg
Di Kaki Bukit Cibalak
Para Priyayi
Na Willa
Gadis Kretek
Malika Maliha
Orang-Orang Oetimu
Njoto, Peniup Saksofon di Tengah Prahara
Aidit, Dua Wajah Dipa Nusantara
Sjam, Lelaki Dengan Lima Alias
Bukan Pasar Malam
Kota Djawa Tempo Doeloe
Pada Suatu Hari Ada Ibu dan Radian (Kumcer Kompas 2009)
Everything In Between
La Barka
Plantungan Pembuangan Tapol Perempuan
Kubah
Bandung Dalam Perangko
Nice Boys Dont Write Rock n Roll
Ada beberapa buku lainnya yang kubaca tapi belum selesai. Lantas kulupakan saja. Karena belum merasa tertarik saja.
Novel Oeroeg dan Orang-Orang Oetimu adalah bacaan terbaikku di tahun 2019.
Tahun 2020 ini saya pasang target baru. Gak muluk-muluk, saya belum berani mamatok angka besar. 15 buku aja dulu. Moga-moga buku yang saya baca bisa lebih banyak.
Sejujurnya ada perubahan yang saya rasakan dengan target membaca.
Pertama, saya gak merasa tertekan sama sekali. Justru sebaliknya, semangat dan antusias banget membacanya. Ada energi besar buat melahap buku-buku. Namun anehnya, kalau sedang banyak pekerjaan sehingga pikiran kusut, ya sudah saya pilih tidur aja. Baca palingan 3 halaman.
Kedua, saya rajin beli buku. Jujur saja buku yang menumpuk belum terbaca saya gak bisa hitung jumlahnya. Lemari buku bentuknya seperti ibu-ibu hamil 9 bulan, mau brojol. Merasa ada target, saya beli saja buku yang kayaknya bakal saya baca. Buku yang saya sukai. Lihat saja nanti, dibaca atau enggak. Benar kata suamiku, bila ada benda yang kami tidak merasa sia-sia membelinya itulah buku.
Ketiga, ada alarm bawah sadar di kepalaku yang berkata, saya gagal di bidang lain setidaknya target membaca buku janganlah gagal. Hahaha kurasa ini paradoksnya alasan pertamaku di atas. Katanya tidak tertekan, tapi ingat terus. Lho bagaimana sih!
Ya..ya...alarm itu tidak mempersulitku kok. Saya ingat, tapi dibawa santai saja. Pokoknya cari saja buku yang kamu sukai, itulah yang dibaca. Mau tebal, mau tipis, tidak masalah. Saya nih makin sadar kalau buku fiksilah yang saya cintai. Nonfiksi yang kubaca, pasti muter-muternya di tema sejarah dan perjalanan aja.
Saya juga sadar saya gak punya cukup uang untuk memenuhi hobi jalan-jalanku. Ditambah anak saya udah sekolah pula, biaya dan tabungan larinya untuk dia seorang. Oleh karenanya, buku kujadikan sarana hiburan. Sarana melarikan diri dari kepenatan hidup, meski yang kubaca kadang-kadang bikin penat juga. Setidaknya itu bukan masalahku hahaha.
Oh, saya punya target yang gagal. Saya pernah bilang mau nulis review buku-buku yang kubaca. Hasilnya? Sedikit yang berhasil kutuliskan. Itu juga tulisannya gak lengkap. Hanya kesan-kesan pendek. Gak apa-apa deh. Udah berusaha, masih berusaha.
Demikianlah cerita membacaku di tahun 2019! Beberapa resensi buku dapat kamu baca di kategori Books. Bisa juga dibaca di instagram @bandungdiary.
Kupikir, apa susahnya membaca satu bulan satu buku. Target ini kutiru dari programnya Puty. Kalo target membacaku di bawah angka 15, Puty udah naro angka sampai 40. Gokil!
Terus bagaimana, apakah terkejar targetnya?
photo credit: nbc san diego |
Inilah evaluasi yang harus kutanamkan di tahun 2020: mencatat dan memotret buku. Dan keluar zona nyaman (tapi tentang zona nyaman ini nanti saja tahun 2021 :D).
Apa saja judul buku-bukunya, itulah yang saya lupa rinciannya. Coba saya catat seingatku ini ya:
Oeroeg
Di Kaki Bukit Cibalak
Para Priyayi
Na Willa
Gadis Kretek
Malika Maliha
Orang-Orang Oetimu
Njoto, Peniup Saksofon di Tengah Prahara
Aidit, Dua Wajah Dipa Nusantara
Sjam, Lelaki Dengan Lima Alias
Bukan Pasar Malam
Kota Djawa Tempo Doeloe
Pada Suatu Hari Ada Ibu dan Radian (Kumcer Kompas 2009)
Everything In Between
La Barka
Plantungan Pembuangan Tapol Perempuan
Kubah
Bandung Dalam Perangko
Nice Boys Dont Write Rock n Roll
Ada beberapa buku lainnya yang kubaca tapi belum selesai. Lantas kulupakan saja. Karena belum merasa tertarik saja.
Novel Oeroeg dan Orang-Orang Oetimu adalah bacaan terbaikku di tahun 2019.
Tahun 2020 ini saya pasang target baru. Gak muluk-muluk, saya belum berani mamatok angka besar. 15 buku aja dulu. Moga-moga buku yang saya baca bisa lebih banyak.
Sejujurnya ada perubahan yang saya rasakan dengan target membaca.
Pertama, saya gak merasa tertekan sama sekali. Justru sebaliknya, semangat dan antusias banget membacanya. Ada energi besar buat melahap buku-buku. Namun anehnya, kalau sedang banyak pekerjaan sehingga pikiran kusut, ya sudah saya pilih tidur aja. Baca palingan 3 halaman.
Kedua, saya rajin beli buku. Jujur saja buku yang menumpuk belum terbaca saya gak bisa hitung jumlahnya. Lemari buku bentuknya seperti ibu-ibu hamil 9 bulan, mau brojol. Merasa ada target, saya beli saja buku yang kayaknya bakal saya baca. Buku yang saya sukai. Lihat saja nanti, dibaca atau enggak. Benar kata suamiku, bila ada benda yang kami tidak merasa sia-sia membelinya itulah buku.
Ketiga, ada alarm bawah sadar di kepalaku yang berkata, saya gagal di bidang lain setidaknya target membaca buku janganlah gagal. Hahaha kurasa ini paradoksnya alasan pertamaku di atas. Katanya tidak tertekan, tapi ingat terus. Lho bagaimana sih!
Ya..ya...alarm itu tidak mempersulitku kok. Saya ingat, tapi dibawa santai saja. Pokoknya cari saja buku yang kamu sukai, itulah yang dibaca. Mau tebal, mau tipis, tidak masalah. Saya nih makin sadar kalau buku fiksilah yang saya cintai. Nonfiksi yang kubaca, pasti muter-muternya di tema sejarah dan perjalanan aja.
Saya juga sadar saya gak punya cukup uang untuk memenuhi hobi jalan-jalanku. Ditambah anak saya udah sekolah pula, biaya dan tabungan larinya untuk dia seorang. Oleh karenanya, buku kujadikan sarana hiburan. Sarana melarikan diri dari kepenatan hidup, meski yang kubaca kadang-kadang bikin penat juga. Setidaknya itu bukan masalahku hahaha.
Oh, saya punya target yang gagal. Saya pernah bilang mau nulis review buku-buku yang kubaca. Hasilnya? Sedikit yang berhasil kutuliskan. Itu juga tulisannya gak lengkap. Hanya kesan-kesan pendek. Gak apa-apa deh. Udah berusaha, masih berusaha.
Demikianlah cerita membacaku di tahun 2019! Beberapa resensi buku dapat kamu baca di kategori Books. Bisa juga dibaca di instagram @bandungdiary.