Terima kasih akun @cirebonheritage, karena dialah saya tahu ada empat situs kuno di Cigugur, Kuningan:
Pertama, makam antik.
Kedua, bangunan ibadah penganut aliran kepercayaan.
Ketiga, gedung tua dengan menara persegi delapan.
Terakhir, situs megalitikum.
Istimewa sekali Cigugur ini. Maksudnya, ada bebatuan yang datangnya dari zaman purba, tersusun rapi tonggak peradaban manusia. Tidakkah itu menarik banget sekali pisan?
Indonesia ini memang, banyak amat harta karunnya ya!
Tiga dari situs-situs kuno tersebut berlokasi di tepi jalan. Begitu mudah mencapainya, motor dapat diparkir begitu saja. Saya pikir dibutuhkan usaha ekstra seperti waktu saya menggapai Bangbayang Sumedang. Hahaha. Ini enggak! Seru amat!
Unang, teman lama yang juga saya kontak jadi pemandu dadakan sebab ia berdomisili di Kuningan, mengatakan bahwa Cigugur merupakan wilayah yang unik di Kuningan. Area yang pluralis: penganut aliran kepercayaan, muslim, dan katolik ada semua.
"Di sini sekolah kristen ada banyak, Lu," kata dia lagi. Unang juga menambahkan, penganut aliran kepercayaan yang menyebrang keyakinan, mayoritas memasuki agama kristen. Katolik umumnya.
Saya mencari datanya di internet. Tahun 2017, jumlah warga muslim di Cigugur mencapai angka empat ribuan. Sementara katolik berjumlah setengahnya. Dua ribu. Sisanya protestan, penghayat, budha, dan hindu.
Banyak gak sih itu? banyak ya. Barusan saya browsing, maaf kalo perbandingan data kejauhan, tahun 2010 di Bandung muslimnya tiga jutaaan, katoliknya 128ribuan. Porsi di Cigugur lebih seimbang gak sih jadinya? :D
Oke. Kembali ke situs-situs kuno di Cigugur.
Bangunan makam ini terlihat menonjol karena dialah satu-satunya bangunan antik di sana. Di seberangnya rumah warga. Ke belakang ada beberapa nisan bertuliskan Lumantow. Nisan tak terawat. Tak jauh dari sana ada pemukiman. Lantas dominasi pepohonan masih besar. Menambah aura teduh yang agaknya menakutkan bagiku. Entahlah mengapa.
Makam ini tempat bersemayam Van Beck. Tokoh kolonial penting pada masanya. Makamnya saja semewah itu saya kira dia bukan orang biasa. Namun sulit menemukan apa kedudukannya, saya mencarinya di google, gak ketemu. Pejabat kolonial paling mungkin sih, di Kuningan gak ada perkebunan. Paling dekat ada perkebunan gula di kota-kota tetangganya Kuningan: Cirebon dan Majalengka.
Bila kamu tahu siapa Van Beck, beritahu saya ya. Komen saja.
Makamnya berbentuk seperti siput. Masuk ke dalamnya, terlihat macam gudang tak terurus. Gelap dan berantakan. Dari luar terlihat mewah, dari dalam wow megah! Atapnya kubah. Nisan berada di tengah. Namun sepertinya makam tersebut sudah tidak ada. Karena seperti kosong saja nisannya.
Didalamnya, saya merinding. Saya gak memotret bagian dalamnya. Unang yang melakukannya. Dia biasa-biasa saja tidak ketakutan sepertiku. Fiuhhh...gak tahulah. Auranya gak enak sekali di dalam sana. Saya beranjak cepat.
Perasaan yang sama walo gak dalam-dalam amat terjadi di Gedung Marapat Lima dan Paseban Tri Panca Tunggal. Apakah perasaan keueung ini muncul karena efek mendung dan hutan-hutan kecil di tepi jalan? seriusan, pepohonan besar dan lebat berceceran di sini. Adem lihatnya, meski agak ngeri hawanya. Hahaha mungkin perasaan saya saja yang salah.
Paseban Tri Panca Tunggal dan Gedung Marapat Lima adalah cagar budaya yang bersaudara.
Bangunan yang saya sebut pertama itu, ada sejak tahun 1840. Tua. Dia rumah ibadah sekaligus rumah pribadi. Milik keluarga Madrais, penyebar aliran kepercayaan di sini. Madrais kurang lebih sama dengan Sunda Wiwitan. Ada juga yang menyebutkan Sunda Jawa.
Tiap tanggal satu suro ada Seren Taun di sini. Acara besarnya Kuningan sejak bertahun-tahun lamanya. Penghayat baru diakui negara di E-KTP, di sini Seren Taun bahkan jadi agenda pemerintah lokal. Lha wong baligo Seren Taun yang saya amati di tepi jalan, begitu banyak logo dinas pemerintahan tercantum di sana. Hahaha.
Di beberapa tempat, penganut aliran kepercayaan tidak termarjinalkan. Cigugur salah satunya. Namun entah bila mereka keluar dari Cigugur.
Bagiku, agama adalah ranah pribadi. Kolom agama di KTP hilangkan saja. Apa perlunya mencantumkan agama di kartu identitas? Kalau kamu punya jawabannya, kasihtahu saya, komen aja.
Sementara Marapat Lima tidak diketahui fungsinya. Arsitekturnya memukau. Cantik sekali bangunannya dilihat dari berbagai penjuru. Pintu masuk ada dua. Bangunannya ada dua saling merapat di bagian bokongnya, di bagian tengah atas ada menara persegi delapan. Cantik sekali.
Perasaan keueung memudar saat saya berada di Cipari. Masih di Cigugur. Ada situs megalitikum di sini. Dikepung pemukiman dan pesawahan.
Situs ini ditemukan tidak sengaja. Tahun 1972. Di tahun tersebutlah penelitian arkelogi bermula. Penggalian dimulai. Makin banyak bermunculan perkakas dari dapur purba, gerabah, perunggu, dan pondasi-pondasi.
Tercatat situs ini ada di era Neolitik. Kisaran tahunnya 1000 SM - 500 SM. Artinya, ini peradaban yang terbilang canggih dong ya. Mereka berorganisasi. Mengasah batu. Menetap lantas bertani dan beternak. Membuat tembikar. Mereka memuja leluhurnya dengan mendirikan bangunan ibadah berupa batu-batu megalitik. Kalo baca-baca di Wikipedia, Cipari seumuran dengan zaman Yunani Kuno. CMIIW.
Di Cipari ada satu bangunan museum. Fyi, museumnya impresif sekali. Bukan koleksinya, tapi bangunannya. Cakep banget!
Lihat deh ke sana, datangi langsung. Koleksi zaman neolitikum di Kuningan disimpan di satu bangunan terdiri dari satu ruang. Bentuk museumnya mengingatkan saya pada rumah-rumah di Indonesia Timur.
Anehnya, itu museum gak jelek hahaha maksudku, gak jomplang dengan situsnya. Bangunannya oval, atapnya dari ijuk dengan ujung meruncing. Jendela memenuhi dinding-dindingnya. Sewaktu saya dan Unang masuk ke museum, hwaduh terasa adem sekali!
Lantainya merah bladus. Langit-langitnya tinggi, plafon dari kayu. Kondisi museumnya baik-baik saja. Tidak ada yang rusak. Sederhana dan impresif. Kayak, less is more.
Adanya situs megalitikum di Cigugur ini menunjukkan kawasan ini bukan saja kota tua, tapi juga daratan tua dong ya! Istimewa sekali! Kuningan bangga amat!
Kesan lain saya terhadap Kuningan adalah hawanya beneran sejuk. Unang membawa saya melewati desa-desa di kaki-kaki Gunung Ciremai. Jalanannya gokil, mudun nanjak berkelok-kelok! Tanah kosong masih banyak. Gak tau kondisi air di sana bagaimana. Unang bilang ada beberapa mata air sih. Banyak yang kering, tapi ya ada juga yang airnya masih curcor.
Pensiun di sini boleh juga. Bila mencari kota kecil untuk didiami dan ingin cuacanya adem gak bikin keringatan, saya rekomendasi Kuningan.
Cerita dari Kuningan belum selesai. Wait.
Pertama, makam antik.
Kedua, bangunan ibadah penganut aliran kepercayaan.
Ketiga, gedung tua dengan menara persegi delapan.
Terakhir, situs megalitikum.
Istimewa sekali Cigugur ini. Maksudnya, ada bebatuan yang datangnya dari zaman purba, tersusun rapi tonggak peradaban manusia. Tidakkah itu menarik banget sekali pisan?
Indonesia ini memang, banyak amat harta karunnya ya!
Tiga dari situs-situs kuno tersebut berlokasi di tepi jalan. Begitu mudah mencapainya, motor dapat diparkir begitu saja. Saya pikir dibutuhkan usaha ekstra seperti waktu saya menggapai Bangbayang Sumedang. Hahaha. Ini enggak! Seru amat!
Unang, teman lama yang juga saya kontak jadi pemandu dadakan sebab ia berdomisili di Kuningan, mengatakan bahwa Cigugur merupakan wilayah yang unik di Kuningan. Area yang pluralis: penganut aliran kepercayaan, muslim, dan katolik ada semua.
"Di sini sekolah kristen ada banyak, Lu," kata dia lagi. Unang juga menambahkan, penganut aliran kepercayaan yang menyebrang keyakinan, mayoritas memasuki agama kristen. Katolik umumnya.
Saya mencari datanya di internet. Tahun 2017, jumlah warga muslim di Cigugur mencapai angka empat ribuan. Sementara katolik berjumlah setengahnya. Dua ribu. Sisanya protestan, penghayat, budha, dan hindu.
Banyak gak sih itu? banyak ya. Barusan saya browsing, maaf kalo perbandingan data kejauhan, tahun 2010 di Bandung muslimnya tiga jutaaan, katoliknya 128ribuan. Porsi di Cigugur lebih seimbang gak sih jadinya? :D
Oke. Kembali ke situs-situs kuno di Cigugur.
Bangunan makam ini terlihat menonjol karena dialah satu-satunya bangunan antik di sana. Di seberangnya rumah warga. Ke belakang ada beberapa nisan bertuliskan Lumantow. Nisan tak terawat. Tak jauh dari sana ada pemukiman. Lantas dominasi pepohonan masih besar. Menambah aura teduh yang agaknya menakutkan bagiku. Entahlah mengapa.
Makam ini tempat bersemayam Van Beck. Tokoh kolonial penting pada masanya. Makamnya saja semewah itu saya kira dia bukan orang biasa. Namun sulit menemukan apa kedudukannya, saya mencarinya di google, gak ketemu. Pejabat kolonial paling mungkin sih, di Kuningan gak ada perkebunan. Paling dekat ada perkebunan gula di kota-kota tetangganya Kuningan: Cirebon dan Majalengka.
Bila kamu tahu siapa Van Beck, beritahu saya ya. Komen saja.
Makamnya berbentuk seperti siput. Masuk ke dalamnya, terlihat macam gudang tak terurus. Gelap dan berantakan. Dari luar terlihat mewah, dari dalam wow megah! Atapnya kubah. Nisan berada di tengah. Namun sepertinya makam tersebut sudah tidak ada. Karena seperti kosong saja nisannya.
Didalamnya, saya merinding. Saya gak memotret bagian dalamnya. Unang yang melakukannya. Dia biasa-biasa saja tidak ketakutan sepertiku. Fiuhhh...gak tahulah. Auranya gak enak sekali di dalam sana. Saya beranjak cepat.
Perasaan yang sama walo gak dalam-dalam amat terjadi di Gedung Marapat Lima dan Paseban Tri Panca Tunggal. Apakah perasaan keueung ini muncul karena efek mendung dan hutan-hutan kecil di tepi jalan? seriusan, pepohonan besar dan lebat berceceran di sini. Adem lihatnya, meski agak ngeri hawanya. Hahaha mungkin perasaan saya saja yang salah.
Paseban Tri Panca Tunggal dan Gedung Marapat Lima adalah cagar budaya yang bersaudara.
Paseban Tri Panca Tunggal |
Bangunan yang saya sebut pertama itu, ada sejak tahun 1840. Tua. Dia rumah ibadah sekaligus rumah pribadi. Milik keluarga Madrais, penyebar aliran kepercayaan di sini. Madrais kurang lebih sama dengan Sunda Wiwitan. Ada juga yang menyebutkan Sunda Jawa.
Tiap tanggal satu suro ada Seren Taun di sini. Acara besarnya Kuningan sejak bertahun-tahun lamanya. Penghayat baru diakui negara di E-KTP, di sini Seren Taun bahkan jadi agenda pemerintah lokal. Lha wong baligo Seren Taun yang saya amati di tepi jalan, begitu banyak logo dinas pemerintahan tercantum di sana. Hahaha.
Di beberapa tempat, penganut aliran kepercayaan tidak termarjinalkan. Cigugur salah satunya. Namun entah bila mereka keluar dari Cigugur.
Bagiku, agama adalah ranah pribadi. Kolom agama di KTP hilangkan saja. Apa perlunya mencantumkan agama di kartu identitas? Kalau kamu punya jawabannya, kasihtahu saya, komen aja.
Sementara Marapat Lima tidak diketahui fungsinya. Arsitekturnya memukau. Cantik sekali bangunannya dilihat dari berbagai penjuru. Pintu masuk ada dua. Bangunannya ada dua saling merapat di bagian bokongnya, di bagian tengah atas ada menara persegi delapan. Cantik sekali.
Perasaan keueung memudar saat saya berada di Cipari. Masih di Cigugur. Ada situs megalitikum di sini. Dikepung pemukiman dan pesawahan.
Situs ini ditemukan tidak sengaja. Tahun 1972. Di tahun tersebutlah penelitian arkelogi bermula. Penggalian dimulai. Makin banyak bermunculan perkakas dari dapur purba, gerabah, perunggu, dan pondasi-pondasi.
Tercatat situs ini ada di era Neolitik. Kisaran tahunnya 1000 SM - 500 SM. Artinya, ini peradaban yang terbilang canggih dong ya. Mereka berorganisasi. Mengasah batu. Menetap lantas bertani dan beternak. Membuat tembikar. Mereka memuja leluhurnya dengan mendirikan bangunan ibadah berupa batu-batu megalitik. Kalo baca-baca di Wikipedia, Cipari seumuran dengan zaman Yunani Kuno. CMIIW.
Di Cipari ada satu bangunan museum. Fyi, museumnya impresif sekali. Bukan koleksinya, tapi bangunannya. Cakep banget!
Lihat deh ke sana, datangi langsung. Koleksi zaman neolitikum di Kuningan disimpan di satu bangunan terdiri dari satu ruang. Bentuk museumnya mengingatkan saya pada rumah-rumah di Indonesia Timur.
Anehnya, itu museum gak jelek hahaha maksudku, gak jomplang dengan situsnya. Bangunannya oval, atapnya dari ijuk dengan ujung meruncing. Jendela memenuhi dinding-dindingnya. Sewaktu saya dan Unang masuk ke museum, hwaduh terasa adem sekali!
Lantainya merah bladus. Langit-langitnya tinggi, plafon dari kayu. Kondisi museumnya baik-baik saja. Tidak ada yang rusak. Sederhana dan impresif. Kayak, less is more.
Adanya situs megalitikum di Cigugur ini menunjukkan kawasan ini bukan saja kota tua, tapi juga daratan tua dong ya! Istimewa sekali! Kuningan bangga amat!
Kesan lain saya terhadap Kuningan adalah hawanya beneran sejuk. Unang membawa saya melewati desa-desa di kaki-kaki Gunung Ciremai. Jalanannya gokil, mudun nanjak berkelok-kelok! Tanah kosong masih banyak. Gak tau kondisi air di sana bagaimana. Unang bilang ada beberapa mata air sih. Banyak yang kering, tapi ya ada juga yang airnya masih curcor.
Pensiun di sini boleh juga. Bila mencari kota kecil untuk didiami dan ingin cuacanya adem gak bikin keringatan, saya rekomendasi Kuningan.
Cerita dari Kuningan belum selesai. Wait.
Post Comment
Post a Comment