Social Media

Image Slider

Merayakan Padamnya Hepatitis A di Gunung Padang Cianjur

28 September 2018
Saya mau ceritakan perjalanan yang amat sangat berkesan, terbaik, terindah, dan termenyenangkan.

Tahun 2010 waktu itu. Saya baru sebulan pulih dari sakit selama dua minggu. Hepatitis A penyebabnya. Setelah didera tipes dua kali, klimaksnya virus di liver saya bangkit. Merayakan kesembuhan, saya membuat trip of a life time. Naon ateuuhhh ke Gunung Padang Cianjur aja tripnya. Hahaha.

Gunung Padang Cianjur

Mencari teman perjalanan tambahan, saya bikin status di Facebook. "Mau ke Gunung Padang Cianjur, ayo siapa yang mau ikutan bareng ke sana yuk" begitu lah kira-kira bunyi ajakannya.

Singkat cerita, teman-teman yang ikut perjalanan ini sejumlah 12 orang. Bukan trip dengan profit, kami pergi bareng-bareng dan bayar masing-masing saja.

Bahkan bos saya di kantor juga ikutan. Belum ada fitur 'hide status from' saat itu. Ahahaha. Ya senang tapi juga waswas sih bos ikutan jalan-jalan. Dan dia bawa serta anaknya yang umur 5 tahun.

Saya yang komat-kamit dalam hati: what! jalan-jalan bawa anak kecil! gimana kalo mau ee, muntah, nangis pengen pulang gimana ini gimana!

Tapi kan bos ya, masa saya bilang gak boleh ikut. Ahahaha.

Emang rupa-rupa temen yang ikutan jalan ke Gunung Padang Cianjur itu. Pacar dan bos, diangkut! Termuda sampai tertua gak tanggung, 50 tahun dan 5 tahun ikutan juga!


Foto keluarga di Stasiun Cianjur

Perjalanan ke Gunung Padang ini amat sangat berkesan untuk saya karena beberapa hal, saya sebutin satu-satu aja dah:

1. Kami pergi ke Cianjur menumpang kereta api legendaris yang dijuluki Argo Peuyeum.
Terdiri dari dua gerbong saja. Ongkosnya Rp2.000. Durasi dua jam. Kami satu gerbong bukan hanya dengan bapak ibu tani dan hasil perkebunannya (jagung, beras, sayuran) tapi juga dengan kambing dan grup (topeng) monyet! Hahahaha seru banget!

Setelah perjalanan Gunung Padang ini usai, jalur kereta api Cianjur - Bandung dinonaktifkan sampai sekarang. Jalur mati. Bayangkan perasaan kami setelah dapat kabar kereta api Argo Peuyeum dihentikan operasionalnya.

Saya sih awalnya kecewa. Sedih. Ngambek. Gimana nih kan mau ke Cianjur lagi. Lalu saya duduk lebih tenang dan berpikir lebih jauh.

Gimana nasib pedagang sayur yang kami temui waktu itu.
Apa kabarnya bapak-bapak yang bolak-balik Bandung - Cianjur bawa kambing-kambing buat dijual di Bandung.
Pekerja-pekerja cabutan yang mengandalkan Rp2.000 buat ke Bandung (tanpa macet pula) gimana nasibnya!

Kesedihan saya cuma receh belaka. Orang-orang yang menggantungkan hidup pada Argo Peuyeum terkena efek lebih parah. Harusnya saya sedih untuk mereka, bukan buat diri sendiri.


2. Pertama kalinya dalam hidup saya, jalan-jalan bareng anak kecil umur 5 tahun.
Di sini cakrawala parenting saya terbentuk. Hahaha. Ternyata bisa ya bawa anak jalan-jalan. Bayangin anak 5 tahun ikut jalan-jalan dengan orang dewasa dan dia dibawa sama bapaknya. SAMA BAPAKNYA.

Di mana kamu lihat anak kecil nyantol lama-lama dengan bapaknya? biasanya ibunya kan?

Samsam nama anak kecil itu. Samudera nama lengkapnya. Ini anak gak nyusahin sama sekali selama perjalanan. Bos saya ngasi tip begini "kalo lu mau ajak anak jalan-jalan ato pergi rada lamaan gitu, siapin banyak makanan. Gak ada makanan ya modar. Kalo anak lu masi riweuh padahal udah dikasi makan, berarti itu anak ngantuk. Berhenti dan biarkan si anak tidur"

Owwwhhhh! Sebuah tip yang saya terapkan ke si Nabil! Makasih, Bosquuueueeee!


Di tangga menuju Gunung Padang Cianjur


3. Perjalanan dengan teman-teman baik (dan sedikit gila)
Macem-macem rupa kelakuan orang, yang ikutan ke Gunung Padang Cianjur ini baik-baik deh. Juga sableng (seperti Mel :D) dan tekun memotret (Kuke), dan soleh soleha (Tessi dan Sam). Sopan-sopan (Upi dan Hadi). Bikin waswas (bos saya :D). Jago motretnya (Indra, Fajar). Pintar membaca cuaca dan navigasi (Gelar). Gak ribet (Fita dan Yanstri). Lucu (Samsam).

Bagian yang saya gak sangka adalah Pak Bachtiar turut serta. Ia penulis buku perjalanan, dosen, ahli geograf!

Sehingga dari sepanjang perjalanan dari stasiun kereta api di Bandung hingga kegiatan kami menyaksikan batu-batu di Gunung Padang Cianjur, beliau banyak sekali memberi kami asupan-asupan informasi yang bergizi.

Niatnya mah jalan-jalan doang, tapi jadi tahu asal usul Gunung Padang. Juga tentang bagaimana sungai purba di Padalarang yang kereta api lintasi terbentuk, dan mengapa bantu-batu di Gunung Padang bentuknya persegi panjang.

Kayak kuliah di lapangan, tanpa tugas-tugas wajibnya. Hehe.

Bagian yang saya ingat sewaktu ia mengajak kami semua berdiri di satu titik pelataran Gunung Padang dan melihat ke arah puncak Gunung Gede Pangrango. Ia mengatakan, Gede Pangrango lebih tinggi dari semua puncak yang mereka (manusia purba) lihat, bisa jadi manusia purba dahulu kala menujukan ibadahnya kepada puncak gunung terpopuler di Jawa Barat tersebut.

Gak ada pengunjung lain selain kami aja. Kamera smartphone gak ada. Instagram belum ada, Facebook masih jadi ajang reuni pertemanan, travel blog masih setitik. Sepi lah itu Gunung Padangnya.

Seneng lah berasa piknik dengan keluarga minus pertengkaran ala adek-kakak :D


4. Suara Kunti(lanak) di undakan tertinggi di Gunung Padang
Ada lima undakan di sana. Tertinggi adalah yang ke-5. Nah di puncak inilah saya...mendengar...suara...perempuan yang bukan teman! Perempuan yang tertawa mengikik. Aduh menulis ini saja saya merinding!

Cukup lama tertawanya dan berulang-ulang. Saya memanggil Pak Kuncen, apa ia mendengar suara tawa mengikik itu juga. Lantas bapak berkumis itu mengatakan tak usah takut. Sebab itu suara warga yang sedang beraktifitas di bawah, di lembah Gunung Padang. Masih inget lho ia bilang "suara kunti itu mah, neng" Jantung saya melorot.

"Katanya orang, tapi kok kunti sih, Pak?"

Kata Pak Kuncen, kunti dalam bahasa sunda artinya perempuan. Tapi dia gak jelasin itu yang ketawa ngikik perempuan manusia atau gaib. Heuheuheu.

Teman-teman yang berada di undakan bawah naik ke puncak. Namun suara tawa itu sudah tidak ada. Hilang. Aduh tauk ah gelap!

Lama juga kami menikmati suasana di Gunung Padang. Sebab seingat saya, begitu kembali kota Cianjur, waktu menunjukkan pukul 5 sore. Perut-perut lapar keroncongan dan Fajar, salah seorang teman kami, merekomendasikan Sate Maranggi Cianjur. Pergilah kami ke sana bagai parade obor satu muharram. Heuheu.

Dan poin ke-5 ini menggenapkan alasan mengapa perjalanan ke Gunung Padang adalah semacam a place to remember. Perjalanan yang penuh kenangan.

udah mendung, motret pake kamera analog Holga, gelap hahaha tapi lihat foto ini lagi rasanya seneng! 
'kuliah lapangan' padahal jalan-jalan aja sih :D 

5. Berkenalan dengan Sate Maranggi Cianjur!
Kepada Fajar saya makasih banget. Sebab makanan rekomendasinya enak parah! Sadis! Sate terenak yang pernah saya makan! Terunik juga sebab teman makannya bukan dengan nasi melainkan ketan dengan bumbu oncom. Pernah makan oncom gak? oncom tuh kayak tempe tapi yang jamuran gitu lho. Kalau di Jawa Tengah Timur disebutnya Dage.

Sate Maranggi Cianjur ini TERBAIK!

Perut kenyang, saatnya pulang. Kami menumpang bis Bandung-Cianjur.

Di Gunung Padang Cianjur, saya gak moto. Gak punya kamera digital. Tahun 2010 itu belum ada smartphone. Praktis hanya beberapa orang saja yang memotret dengan kamera digitalnya.

Untuk tulisan ini, saya meminjam foto-foto jepretanya Zahra. Ia memotret dengan kamera analog. Dilihat lagi foto-fotonya, betapa polosnya perjalanan-perjalanan yang dilakukan sebelum datang era instagram ya. Hahaha. Makasih karena fotonya boleh tayang di sini, Jah!

Ada kok keinginan kembali ke Gunung Padang Cianjur. Sekarang saya sudah punya smartphone dengan kamera. Bekal gawai untuk memotret. Gak usah pinjem foto jepretan Zahra begini :D

Ntar kamera hp mau dipake untuk moto ulang Stasiun Cianjur, foto di tangga yang beratus-ratus di Gunung Padang Cianjur, mau rebahan lagi di sana dan selfie dengan Indra dan Nabil. Juga moto puncak Gunung Gede Pangrano yang mudah-mudahan gak ketutup awan :D

Pengennya mah reuni napak tilas dengan teman-teman yang dulu pergi bareng ke Gunung Padang. Tapi udah susah kali kumpulinnya. Heuheu. Napak tilasnya gak akan sama lagi dengan dulu, tapi perasaannya nostalgia mah pasti muncul.

Tinggal tentuin tanggal, siapin uang, naik bis/mobil! Eeeeh jangan ketinggalan (kamera) hp!

Memang gak nyusahin sekali smartphone ini. Kameranya saya siksa terus. Ya buat apalah gawai bagus kalau bukan untuk bergaya dan disiksa :D

Udah mah fiturnya bagus-bagus, powernya mantap. Hp kayak begitu sudah sepantasnya kita 'siksa'.

Disiksa dalam arti bukan foto-foto iseng ya. Saya pake kamera hp untuk foto 'serius' yang foto-fotonya saya unggah ke semua media sosial dan blog.

Berbekal seringnya saya motret dengan kamera hp, sebuah smartphone Huawei Nova 3i yang Quad AI Camera sedang saya kecengin nih. Smartphone idaman. Mengapa?

Sebab amat sangat menunjang gaya kerja hahaha. Bisa disiksa nih hpnya, tapi bukannya rusak tersiksa, justru sebaliknya smartphone ini tangguh gila. Gimana bisa?



Huawei Nova 3i terdiri dari 4 kamera: 2 kamera belakang dan 2 kamera depan. Sensornya masing-masing 24 MP dan 16 MP. Semua kameranya berteknologi AI (Artificial Inteligent). Teknologi ini bisa dipake untuk menghasilkan efek bokeh. Jadi si kamera bisa diajak kompromi, fotonya mau difokuskan ke siapa dan ke mana. Foto yang dihasilkan jadi jauh lebih tajam.

Ini kalo bingung dua kamera gimana cara kerjanya, kira-kira mah begini. Masing-masing kamera nangkep gambar, terus dengan latar kecanggihan masing-masing kamera, dua gambar diproses sekaligus dan terbitlah satu gambar dengan ketajaman yang mantap betul!

Di kamera depan Huawei Nova 3i
24 MP dan 2 MP untuk resolusi kamera depan aja. Namanya juga kecerdasan buatan jadi pemakai Huawei Nova 3i gak usah atur-atur setting kamera. Sebab Huawei Nova 3i udah kenal mode 200 skenario dari 8 kategori (foto makro, lansdcape, portrait, sport, nightscene, dan beberapa kategori lainnya).

Maksudnya gini nih. Moto di kamar, di teras, di kamar mandi, di pantai, di hutan, di kelas, malam hari, terang benderang, di pinggir sawah, di dalam bis, daaaan masih banyak lagi skenario latar dan rupa foto, si Huawei Nova 3i udah bisa atur di mana gelap dan terang dan di mana mau naro bokeh. Ya secanggih itu kira-kira.




Di kamera belakang Huawei Nova 3i
16 MP dan 2 MP resolusinya. Huawei Nova 3i udah nyiapin 500 skenario dan 22 kategori. Ini mah ibaratnya anak kamu yang umurnya 5 tahun mau motret pake Huawei Nova 3i juga bisa dan hasilnya bakal sama bagusnya dengan orang yang umurnya 25 tahun yang jumpalitan motret pake kamera hp demi dapetin hasil foto yang bagus.

Pendek kata, Huawei Nova 3i bisa membantu kita memperbaiki citra di semua media sosial dengan hasil foto yang bagus banget! :D Lha yang amatiran aja bakal kebantu dengan kecanggihan kamera Huawei Nova 3i.

Huawei Nova 3i Layarnya 6,3 Inch 
Dengan rasio yang tinggi (19:5:9), gambarnya lebih besar dan tajam. Whatelse can i say :D

Memori 128GB Huawei Nova 3i
Untuk orang-orang yang sering lupa dan malas pindahin memori ke wadah yang lebih besar, cocok pake Huawei Nova 3i. Ya, itu saya. Hahaha. Mungkin kamu juga, kebanyakan orang yang saya tahu emang sering males pindah-pindahin memori hp sih. Sadar-sadar pas moto pas memori full. Ada yang gitu juga gak? :D

Dengan memori 128 GB kita bisa leluasa moto tanpa keganggu memory full. Lagipula, untuk ruang buat naro foto, video, dan data sebanyak itu, Huawei Nova 3i ini termasuk smartphone termurah di kelasnya dengan storage 128GB.

Huawei Nova 3i sebenernya gak cuma canggih di kameranya aja. Beberapa keunggulan hp yang diluncurkan Juli 2018 ini antara lain untuk Gaming. Cocok untuk Nabilkubil yang di hari minggu boleh main game. Tapi Nabil masi anak kecil banget belum butuh power gaming yang tinggi.

Untuk saya dan Indra fitur games gak terlalu cocok sebab kami bukan orang yang make hp untuk main games.

Tapi membayangkan sebuah smartphone dengan fitur untuk menyokong hobi gaming ya pasti kuat powernya. RAM udah disiapin 4GB. Prosesor Kirin 710 SoC. Ada GPU Turbo pula untuk optimalisasi grafisnnya. Notifikasi dan panggilan telepon bisa diblokir selama gaming. Edan gak tuh. Powerful performance at its best!



Udah bisa disimpulkan kalau Huawei Nova 3i punya performa yang cepat dan handal. Mau motret, fotonya bakal bagus banget. Mau denger musik dan nonton film, jernih gambarnya dan mantap suaranya. Satu lagi: praktis!

Tapi kepraktisan tanpa body yang premium rada-rada kurang gimana gitu.

Huawei Nova 3i memiliki desain body smarthpne yang mahal. Sehingga gak malu-maluin sih. Bisa buat angkat status kita di tengah pergaulan :D Juga bisa jadi properti foto karena cakep banget desainnya. Warnanya perpaduan warna biru dan ungu. Agak neon namun ada pula yang warnanya hitam bila kamu suka yang netral saja.

Nanti udah punya Huawei Nova 3i, foto-foto Gunung Padang Cianjurnya lebih mantap!


**********

Tulisan ini diikutsertakan dalam giveaway di blog nurulnoe.com dan jadi juaranyaaaa :) Terima kasih Huawei, terima kasih, Noe! 



Teks  : Nurul Ulu
Foto Gunung Padang : Zahra Fatimatuz


Alaya di Negeri Atap Dunia

27 September 2018
Kemarin beli buku di Gramedia Merdeka. Kover bukunya macam kover di komik Tintin. Begitu baca nama penulisnya, gak asing terbaca. Saya gak ingat karya buku-buku yang ia pernah tulis. Ini buku pertama Daniel Mahendra yang saya baca.

Saya gak menulis ini dalam keadaan terpaksa. Malah kepengen banget nulis resensinya. Ini bukan buku yang meninggalkan kesan bagus banget tapi anehnya membuat saya pengen nulis. Lho berarti bukunya bagus atuh. Hehe.

Baik. Mari saya mulai!

Judul Buku: Alaya Cerita Dari Negeri Atap Dunia
Penulis: Daniel Mahendra
Halaman: 413
Penerbit: Epigraf

Fyi, bukunya baru terbit September 2018. Hooh baru kemaren banget lahirnya. Selamat, Kang Daniel! *sok kenal heuheu*




Alaya adalah catatan perjalanan Daniel Mahendra mengarungi beberapa kota di Tibet dan Nepal. Ada menyempil sedikit catatan dari kota di Cina tempat ia transit.

Chengdu, Lhasa, Shigatse, Kathmandu, Phokara. Demikian kota-kota yang banyak disebut dalam bukunya. Kota-kota yang diperuntukkan bagi turis.

Daniel mencapai Tibet dengan kereta api. 44 jam menumpang sepur yang sama. Bagian ini aja udah menarik sih buat saya. Hampir dua hari dalam kereta, menempuh rel dari kota datar ke area pegunungan bersalju di ketinggian 4000 mdpl. Di negeri antah berantah!

Daniel berada di stasiun tertinggi di dunia. Samar-samar ia melihat Himalaya dari jendela kereta. Di antara ludah-ludah berceceran dan kamar mandi yang busuk rupanya, cerita di kereta api dari kota Chengdu di Cina ke Lhasa di Tibet salah satu yang paling saya sukai kisahnya. Terutama percakapan Daniel dengan orang-orang yang ia temui.

Dalam buku disebutkan Tibet merupakan impian Daniel. Mimpi omong kosong namun kegigihan membuatnya nyata.

Waktu saya pegang bukunya di toko, saya sempet mikir ini buku tebel juga untuk ceritain satu negara. Setelah baca, ohooo baru mengerti kenapa tebal. Bukan seminggu ia jalan-jalan di negeri atap dunia. Tapi satu bulan. Satu bulan itu lama banget buat standar orang Indonesia plesir di 1-2 negara.

Perjalanannya di Tibet bahkan baru dimulai di halaman 145.

Sudah pasti Daniel gak hanya merawi kesannya terhadap tempat yang ia kunjungi, namun interaksinya dengan orang-orang. Dan menurut saya kekuatan buku ini ada pada obrolan-obrolan tokoh utama dengan orang lain. Lucu. Getir. Sableng.

Secara keseluruhan yang saya sukai dari buku ini adalah: ceritanya naratif alias bukan cerita tip-tip perjalanan yang deskriptif dan membosankan. Dan banyak banget percakapannya. Ya ala-ala novel gitu.

Ada sih beberapa bagian yang kayaknya gak perlu. Tapi kelihaian Daniel meramu catatan perjalanan dengan rupa-rupa bahasa novelis maka ceritanya menarik aja. Lebih indah dan menggugah.

Dan lebih mengejutkan lagi, utamanya bagi saya, membuat kita bertanya-tanya sebenarnya kita jadi turis ini untuk apa, agar apa, demi apa...

"Tiba-tiba aku merasa malu menjadi turis yang berkunjung ke Tibet" tutur Daniel sewaktu mengunjungi Potala Palace.

Bila plesir di Tibet, turis harus menggunakan jasa travel agent. Di Nepal sebaliknya, turis jauh lebih leluasa menentukan ke mana ia mau berjalan.

Tibet adalah impian Daniel, namun Nepal lebih menyenangkan dan mudah untuk Daniel jelajahi. Sendiri.

Sering gitu ya. Kamu punya mimpi sejati. Begitu mimpi tercapai, kamu menyaksikan hal yang bertentangan dengan hati nurani. Lho kok begini. Yah kenapa begitu. Sungguh mengecewakan.

Lucu bagaimana Tuhan mempermainkan hati kita ini memang.

Bila ada satu hal yang bikin saya melek baca ini buku sampai jam 4 pagi, maka itu gara-gara Alaya.

Iya judul bukunya. Apa artinya Alaya. Sampai setengah buku habis saya belum tahu apa maknanya. Hingga saya maksa tidur sajalah!

Keesokan harinya barulah saya menamatkan Alaya. Sewaktu berbelanja di IBCC, Indra dan Nabil yang berkeliling mall, saya nunggu di foodcourt saja. Ini buku saya bawa dan menghabisinya hingga halaman terakhir!

Sungguh menyenangkan judul buku ini menggenapkan seisi cerita Daniel di negeri Atap Dunia.

Bagian akhirnya seperti berkejar-kejaran. Ada kesan fiktif dan saya tidak menyukainya. Terutama di bagian Daniel bertemu bapak-bapak pemilik warung kopi di Pokhara dan perempuan Prancis di tepi Danau Phewa.

Walo begitu, wejangan dari bapak warung kopi sangatlah menarik! Itu kamu jauh-jauh pergi nyari apa, Mas? Mba? Terjawab di halaman 352-353-354.

Ada pertanyaan menggantung. Bab-bab bukunya diberi judul unik. Dari bahasa sanskerta sepertinya, sama dengan Alaya. Atau bahasa melayu? Aduh saya belum tahu.

Purwaka, Melaya, Anja, Wiwandha, Wilasita, Wisapaha, Wasana.

Apa artinya ya... Apa ada catatan yang saya lewatkan dalam bukunya sehingga gak tahu apa arti kata-kata itu. Saya belum google, btw.

Dari segi teknis, ini buku gak nyusahin. Artinya font tulisan, ukuran huruf nyaman buat mata dan jarak antar teks yang enakeun cenah kata orang sunda mah. Pengaturan transisi cerita juga rapi.

Tulisan ini udah kepanjangan. Saya sudahi saja.

Alaya adalah buku perjalanan yang saya rekomendasikan. Bukan yang terbagus yang pernah saya baca, tapi satu yang terunik dan meninggalkan kesan senang bacanya. Mudah-mudahan Daniel Mahendra- penulis buku ini- punya kesempatan traveling lebih banyak dan bikin buku kayak gini lagi. Amin!




Rumah Antik di Kampung Arab Surabaya dan Kopi Jahe yang Tak Sengaja Dibeli

16 September 2018
Tahun 2015 di Surabaya, ceritanya kami baru mengikuti tur dengan bis khusus wisata heritage. Tur yang menarik. Bila mau baca tulisan lama saya waktu jalan-jalan di Surabaya klik ke A Quick Trip to Surabaya.

Masjid Ampel salah satu tujuan kami waktu itu. Namun tidak kesampaian.

Tahun 2018 datang. Bulan Maret keinginan itu terwujud. Tanpa disangka, tak ada persiapan.




Hari Jumat waktu itu. Niatnya mobil sewaan kami hendak ke Malang. Surabaya jadi kota transit saja.

Tapi sopir mobil sewaan minta izin sholat Jumat. Farah, teman jalan-jalan saya edisi Surabaya-Malang, bertanya pada saya dan sopir. "sholatnya di masjid apa nih?"

Saya menyambar "masjid ampel aja!" seperti alam bawah sadar yang bicara. Hahaha.

Beruntunglah Pak Sopir yang asli arek suroboyo mengatakan lokasi masjidnya tidak jauh kok dari tempat kami berada saat itu. Wah beneran nih mau ke Masjid Ampel, bisik saya dalam hati. Hahaha.

Secara gak kebetulan, mobil diparkir di depan jalan-jalan kecil menuju masjid. Bukan di depan mulut jalan utama, jalan yang penuh pedagang suvenir itu tuh.

Rumah-rumah antik bermunculan di muka saya. Lantas saya mikir dong. Wah! apakah saya sedang berada di kampung arab? Kok suasana dan hawanya rada beda nih!

Ternyata bener! Ahahahaha ya ampun 'kebetulan-kebetulan' yang aneh.

Sambil menunggu pak sopir beres sholat jumat, saya jalan-jalan dengan Kubil. Farah dan anak-anaknya entah ke mana saya lupa.

Perasaan ini senangnya tak terhingga. Akhirnya saya berdiri di depan rumah-rumah antik itu!

Gak banyak rumah yang saya foto. Suasana gang-gang itu sepi sekali. Wajar saja sebab laki-lakinya lagi sholat jumat.

Surabaya ini kota pelabuhan besar di Indonesia. Sama seperti Batavia dan Cirebon, Surabaya punya sejarah panjang.

Umur kota Surabaya 725 tahun! Jauh sekali bila dibandingkan Bandung yang usianya 208 tahun. Bandung masih benih, Surabaya sudah manula :D

Karena dahulu kota pelabuhan tersohor, Surabaya jadi tempat berkumpul orang dari berbagai negara. Pedagang dan saudagar yang banyaknya dari Cina dan Arab berdatangan. Ada yang mampir sebentar, banyak pula yang menetap.

Masing-masing etnis berkumpul. Membentuk komunitasnya sendiri. Awalnya dua keluarga, lama-lama puluhan orang.

Komunal. Seolah-olah tiap etnis membentuk wilayahnya sendiri. Ditambah aturan dari pemerintah kolonial waktu itu kan, salah satunya Wijkenstensel: etnis tionghoa gak boleh tinggal di satu kawasan dengan pribumi. Intinya mah kawasan pecinan, daerah kolonial, area pribumi, dan kampung arab terpisah-pisah. Ini mah taktik Belanda sih biar kita gak akur heuheuheuheu.

Tiap kawasan punya tanda sendiri. Ciri tersebut terlihat mencolok dari arsitektur dan ragam hias rumahnya. Tata areanya. Juga wajah orang-orangnya :D

Sewaktu saya berkeliaran di kampung arab, suasananya sepi sebab sholat jumat sedang berlansung. Saya seliweran sambil moto rumah memang rada gak enak hati juga sih. Takutnya saya dianggap maling atau penjahat aheuheuheu. Mana saya berstatus turis pula.

Walo gerak-gerik saya buat normal saja alias gak canggung dan pakaian tidak mencolok, kayaknya tetep aja kelihatan 'bukan orang lokal' deh :D

Kegiatan melihat-lihat rumah kuno ala kampung arab ini saya seling dengan jajan kopi jahe dan makan es dawet. Saya perhatikan ada plang pedagang roti maryam, namun saya lewatkan saja. Maksudnya nanti mau balik lagi setelah jajan es dawet, ah sayang waktu sholat jumat berlalu cepat. Pak sopir kembali dan siap bawa kami ke Malang.

Saya dan Kubil menandaskan dua mangkuk Es Dawet. Ugh segar sekali kerongkongan ini dibanjur rasa manis yang dingin!

Surabaya dan mataharinya gahar memang! Begitu juga mbok-mbok pedagang es dawet yang belakangan saya baru tahu asalnya dari Madura semua! Senang sekali bisa ngobrol dengan mereka yang celetukannya khas orang yang ditempa alam yang kejam. Ngerti gak maksud saya ini? :D

Lalu lumayan juga saya bawa pulang sebungkus kopi jahe, barang yang saya beli mendadak karena begini: pas saya moto jendela sebuah rumah, pemilik rumah keluar. Oh rupanya rumah tersebut memiliki toko di fasad rumah. Saya gak enak atuh masa moto-moto tanpa izin eheuheuheu. Kopi jahe itu saya beli sebagai tanda meminta izin, tak lupa saya juga memuji betapa indah rumah tuanya itu. Ia hanya senyum dan berlalu cepat, seperti malas berinteraksi lebih banyak dengan saya. Baik gak apa-apa :D

warungnya di sebelah kiri jendela ini


Rumah-rumah di sini berada di gang-gang yang lebar jalannya muat untuk dua becak. Tiap gang bermuara ke jalan utama  menuju Masjid Ampel.

Rumah berdempetan. Tidak ada halaman. Rumah dengan teras tidak banyak.

Ada rumah berpagar. Banyak juga yang tidak. Ada yang tingkat dua, banyak juga yang satu lantai aja. Ada yang mungil, gak sedikit yang agak mewah.

Yang mewah-mewah ini ukuran rumahnya agak besar dengan lantai marmer. Juga berpagar.

Rumah-rumah di sana umumnya memasang tirai gulung di depan pintu rumah. Buat apa ya tirai itu? untuk menghalau sinar matahari kah? untuk jaga privasi rumah walo pintunya dibuka? atau ada tujuan lainnya?




Saat saya bertanya di Instagram, seorang followers saya memberi jawaban unik. Katanya tirai itu dimaksudkan agar rezeki yang ada di rumah tidak keluar. Tirai itu semacam 'perisai'. Menarik ya! Saya perhatikan di kawasan lain tidak ada tirai di depan pintu rumahnya, di sini saja adanya.

Dekorasi rumah di sini ya sederhana saja. Ada sih yang unik, yang atap pelananya kriwil-kriwil dekorasinya. Juga ragam hias di teralis jendelanya. Kayaknya dekorasi itu deh yang ngasih identitas kalau itu tuh rumah ala kampung arab. Coba perhatiin pola pada teralis pagar dan jendela pada beberapa rumah di sana yang saya foto ini.



sori ya ini saya gak ngerti kenapa gak saya foto dari angle lain sebab
si tiang lampu frontal banget mengganggu pemandangan jendelanya ya :(

Satu hal yang pasti jika menemui rumah kuno: jendela dan pintunya lebar dan tinggi-tinggi. Ada juga yang tegel rumahnya ala-ala motif artdeco, pola gambarnya kembang.

Cuma satu jam sih berkeliaran di sini. Sekalian sholat juga di masjidnya. Masjid Ampel masjid yang megah! Pilarnya besar-besar, terbesar yang pernah saya lihat kalau untuk ukuran masjid kuno mah.

Peziarah hilir mudik, suasananya seperti bubar sholat Ied/lebaran.

Saking ramainya, saya agak khawatir kamar mandinya jorok sih dengan orang sebanyak itu.

Ternyata enggak dong. Bersih banget! Bayar sih buat masuk kamar mandi. Gak apa-apa deh. Rela banget walo kebersihan sudah seharusnya kita jaga bersama tanpa pamrih. Tapi ya dengan pengunjung sebanyak itu? ahehehe wajar sajalah kalau berbayar.

Senang rasanya satu bucket list saya tercapai: menyambangi kampung arab di Surabaya! Dapet bonus juga bisa berkunjung ke Masjid Ampel.

Ini bila bertanya pada saya, apa istimewanya kampung arab? hmmmm, saya rasa suasananya unik bila dibanding kampung-kampung masa kini sih. Mana rumahnya tua-tua. Sayang ya saya cuma merasakan satu jam saja di sana. Kalau lebih lama mungkin saya menemukan lebih banyak? bisa jadi.

Rumah kuno selalu menyenangkan untuk dipandang. Ya sama kayak kamu memandang panorama Bandung dari Tebing Keraton, misalnya. Atau mengunjungi Floating Market, contohnya. Objek yang saya nikmati dengan kamu berbeda, tapi rasa suka dan senang yang muncul kurang lebih sama lah.

Di sana saya gak berfoto banyak. Saya bahkan lupa memotret diri sendiri. Ah tapi itu tidak penting. Saya ada di Ampel Surabaya! Kenangan itu saya rekam kuat-kuat di kepala. Menuliskannya di blog pun dalam rangka merawat ingatan.

Rasa gak puas mah pasti ada. Mana saya datang seperti kebetulan saja. Sehingga rasanya seperti tidak siap namun harus dihadapi.

Tapi manusia mana ada rasa puasnya. Alhamdulillah ya Allah makasih ya untuk kebetulan yang tidak kebetulan ini. Saya senang! Si Nabil kelihatannya gak terlalu senang sih tapi saya menebus perlakuan egois saya padanya dengan main sepuasnya di Jatim Park 2! Impas ya, Bil :)))))

Ini foto lebih banyak. Foto dijepret oleh saya semua dengan hp.
















Kupat Tahu Cicendo, Terenak Se-Bandung

06 September 2018
Sarapan di Bandung, salah menu yang banyak dicari adalah Kupat Tahu. Kupat (lontong) dipotong kecil, tauge, potongan tahu. Semuanya dicampur dengan bumbu kacang + kecap. Jangan lupa kerupuknya. Biasanya mah kerupuk kuning kecil-kecil.

Suatu hari si Indra upload foto kupat tahu kan di facebook. Kupat tahunya dapet beli di Cihapit. Terus teman kami, Teh Trisa komen. Katanya kami mesti makan kupat tahu di Cicendo.

Berbekal petunjuknya, kami datengin lah itu Cicendo. "Di seberang rumah sakit mata Cicendo, sebelah TPS," kata Teh Trisa.

Tunggu dulu. TPS yang dimaksud tempat penampungan sementara? penampungan sampah sementara??

Sebelah tempat sampah gede gitu maksudnya?

Hooh ternyata bener! Hwarakadah! Hahahaha!



Kesan pertama melihat tempat ini, bersih banget lho. Terus kami masuk ke dalemnya kan, eh bersih juga. Kelihatan yang ngurus tempatnya apik. Terus kami datengin aa yang lagi sibuk motong kupat.

A, kupat tahu dua ya.
Eh nambah, lontong karinya satu.

Terus sambil nunggu makanan dateng ke meja makan, ada tiga gelas teh mendarat di hadapan kami. Air tehnya masih panas. Wah feeling so good nih kalau minumannya aja kayak gitu. Indikator makanan enak adalah makanan yang disertai minuman berupa air teh dalam gelas kaca, airnya masih panas.

Datenglah si kupat tahu dan lontong kari. Suapan pertama masuk mulut dan langsung rasanya bikin hangat meledak-ledak. Gila enak banget! Satu porsi kupat tahu tandas dalam lima menit saja. Hooh kami memang secepat itu kalau makan, terutama si indra. Heuheu.

Lontong kari gak kalah rasanya dengan kupat tahu. Sama lezatnya.

Satu-satunnya yang kurang nendang adalah rasa tahunya. Saya pernah makan Tahu yang lebih segar dan gurih. Tapi gak masalah sih, karena menurut saya mah Kupat Tahu Cicendo masih yang terenak di antara yang pernah saya makan.




Sok atuh pada dateng ke Cicendo kalau cari sarapan. Tempatnya buka sampai malam sih, tiap hari pula. Terus kelihatannya kalau jam-jam peak hour kayak makan siang gitu, tempatnya bakal rame banget.

Ckckckck. Ini walo di sebelahnya ada TPS, tempatnya resik dan makanannya enak. Highly recommended buat makan kupat tahu di Cicendo.

Harga seporsi : 12ribu atau 15ribu (lupa tepatnya berapa :D)





ps: sorry hor horrible pictures. moto pake hp. males edit dan hasrat menulis udah gede dan males ngurusin teknis foto :D hope you do enjoy the story. 

Jalan-jalan di Forest Walk Baksil

05 September 2018
Sepi. Paru-paru segar. Mata sehat. Kayak abis mandiin jiwa raga. Ternyata jauh juga.

Demikian kesimpulan saya tentang Forest Walk, tempat baru di Bandung. Sebenernya gak baru-baru amat sih, saya dan Nabil pergi ke sana di bulan April :D baru ditulis sekarang hahaha. Tapi di instagram dan facebook mah udah saya bagiin cerita jalan-jalannya sih ahahaha *fomo detected*



Forest Walk ini gratis. Kecuali parkir kendaraannya.

Paru-paru dan mata jadi segar dan sehat sebab lihatnya pepohonan yang daunnya lebat-lebat. Kalau kata orang sunda mah 'tiis ceuli herang panon' alias tentram sekali rasanya.

Jauh karena jarak tempuhnya -jalan kakinya nih- 2 kilometer. Serunya lagi trek forest walk ini gak lempeng aja jalurnya, ada juga tanjakan dan turunannya.

Kalo sepi mah kayaknya cuma di hari senin-jumat. Sebab akhir minggu dan hari libur mah banyak juga yang jalan-jalan di Forest Walk. Kami datang ke sana di hari Rabu. Jadi ya, lumayan sepi sih. Papasan dengan beberapa anak-anak dan orang dewasa tapi gak banyak.

Tiap kali RK bikin tempat-tempat baru sebenernya bukan baru banget. Dia hanya merancang tempat lama jadi baru. Bagi saya, Forest Walk ini masuk ke daftar tempat terfavorit saya. Hahahaha nuhun, Kang Emil!

bersama anak kecil yang tadinya gak mau diajak ke Forest Walk, tapi pas nyampe sana malah gak mau pulang :D


Forest Walk ini adanya di Babakan Siliwangi. Tahu Sabuga kan? Nah satu kompleks lah Forest Walk dengan Sabuga. Babakan Siliwangi kan udah ada dari zaman kapan itu lah. Tapi gak keurus. Cuma hutan aja udah dibiarkan begitu saja. Pernah ada kasus mau dibikin tempat komersil, banyak yang protes. Saya juga protes. Gila itu Babakan Siliwangi bisa dibilang hutan kota satu-satunya deh di Bandung. Masa mau diubah juga jadi hotel atau mall gitu.

Namun sayangnya hutannya ya dibiarkan saja. Warga gak ngerti apa bisa jalan-jalan di sana. Pemkot yang dulu juga ya cuek aja. RK nih turun tangan mengubah wajah Baksil (begitu warga lokal menyingkat Babakan Siliwangi) dengan ngasih trek panjang sehingga kami bisa jalan-jalan di kota tapi gak ribet ala hiking.

Sebelum ada trek Forest Walk, pernah juga ada komunitas yang bikin acara jalan-jalan di Baksil. Temanya mengenal tumbuhan di sini. Akan tetapi acaranya berlangsung 1x saja seingat saya. Kami ikutan kok, waktu itu Nabil umurnya 2 tahun deh kalau gak salah. Saya pernah sih nulis pendek tentang Baksil. Di sini ya barangkali mau baca.

Memang PR besar tuh gimana caranya bikin orang datang dan 'mengklaim' ruang publik tanpa ada acara khusus. Pokoknya mereka nih, baik warga lokal maupun turis, datang karena ingin jalan-jalan aja.

Nah saya perhatiin sih itu yang dilakukan RK dengan Forest Walk ini.

Ide brilian naro trek jalan kaki kayak jembatan di Baksil. Gak merusak pepohonannya. Malah sebaliknya, pas jalan-jalan di sana terasa memang kayak lagi jalan di hutan. Walo ada sih sudut tertentu yang nampak pemandangan metropolisnya.

Dan kalau gak salah forest walk ini udah yang keberapa kali gitu buatnya. Pernah ada juga tapi cuma sepotong dan lambat laun treknya gak terawat. Ada yang bolong. Pagarnya putus. Banyak yang pacaran. Waduh gak nyaman banget.

Nah yang Forest Walk ini versi 2.0 kelihatannya mah. Lebih bagus, lebih matang pengerjaannya (walo kata Indra tiang jembatannya rada-rada gimana sih), dan lebih family-friendly!

Serius deh mesti jalan-jalan ke sana. Nih temen-temen pelanggan protes ke RK, ayo sesekali datengin tempat-tempat yang RK buat. Supaya merasakan aja sih emang ide-ide RK bagus walo setelah ide terwujud cuma rame di awal doang. Heuheuheu. Gak semua sih ahahaha masih ada juga kok yang terawat.

Sedih juga sih RK udah gak jadi walikota Bandung. Rasa-rasanya inovasi beliau sangat visioner. Akrab dengan teknologi. Tahu bahwa ruang publik mesti dirancang supaya bisa dinikmati dan diklaim kembali oleh warganya. Standarnya udah bagus lah buat patokan kerja walikota berikutnya walo saya gak yakin Oded (walikota Bandung sekarang) bisa menyamainya.




Pencapaian RK kayaknya gak bakal terjadi dengan walikota yang sekarang. Sad. Kita butuh lebih banyak orang kayak Ridwan Kamil. Wait. Ini tulisan tentang Forest Walk kenapa jadi kayak tulisan kampanye :D

Udahan ah. Sok atuh angkut anak-anaknya ke Forest Walk dan selamat menghirup udara segar di Baksil! Omat, tong ngarokok diditu euy!

Saya kasih tip-tip berguna hasil laporan pandangan mata dan kaki nih :D

1. Jangan merokok. Heuh atuh udah itu rokoknya tunda dulu.
2. Jarak 2 km itu gak pendek lho. Lumayan juga buat yang gak pernah olahraga mah hahaha. Tapi jadinya kan ini tempat cocok banget buat yang olahraganya jalan kaki aja. Banyak pohon, udara bagus, treknya oke, masih bisa berjemur punggung, jaraknya selaras dengan kebutuhan berolahraga santai.
3. Jalan-jalan di pagi hari waktu paling pas. Siang gak apa-apa sih, tapi beda kali ya auranya kalau siang mah cenderung adem dan bagian yang panas ya panas banget. Kalau sore kayaknya sih bakal banyak nyamuk. Secara hutan gitu lho.
4. Alas kaki mah atur-atur aja nyamannya gimana. Kalau saya selalu gak bisa lepas dari sandal gunung atau sepatu keds.
5. Anak-anak bakal seneng gak di sini? seneng atuh kalau kamu gak sibuk hayoh weh selfie sendiri :D ahahaha. Ajak main anaknya. Ngobrol kek, balapan lari kek, ajak ngomong daun kek, bahas ulat bulu kek, atau kasih dia kamera dan belajar foto bareng kek.
6. Leave nothing but footprint. Alias tong ngabala. Mari rawat fasilitas umum ini bersama.

Petunjuk arah masuk ke Forest Walk

1. Pintu masuk di Jalan Siliwangi, gak jauh dari jembatan Siliwangi. Sebelah kanan kalau dari arah jembatan, sebelah kiri kalau kamu datang dari arah Dago.
2. Parkir kendaraan (kalau bawa sih).
3. Udah deh tinggal cari jalan masuk ke treknya.

Selamat jalan-jalan! Inget woi: tong ngabala, tong ngarokok. Heeuu.

Pesta Cokelat di Sweetoday 5.0 Bersama Colatta & Haan

03 September 2018
Agak beda dari acara  biasanya yang saya datangi, Bandung Diary diajak datang ke sebuah acara masak-memasak. Bahan utama masaknya cokelat. Pesta cokelat ini berlangsung Sabtu 25 Agustus 2018 sejak jam 10 pagi sampai 4 sore di Hotel Horison Ultima Bandung bersama Colatta. 

Acaranya bertajuk Sweetoday 5.0 Bandung dan terdiri dari pameran produk Collata dan Haan. Ada juga demo memasak kue dari dua chef ternama. Di ujung acara ada workshop food photography dengan smartphone.




Sweetoday adalah acara gathering yang diselenggarakan Colatta dan Haan yang di Bandung ini acara ke-5. Empat acara sebelumnya berlangsung di Jabotabek dan Surabaya. 

Ini pertama kalinya saya menghadiri sebuah gathering dari merek kuliner. Menarik juga ternyata hahaha. Bagian menarik adalah pas icip-icip kuenya. 

Colatta dan Haan merupakan produk bahan masakan dari PT Gandum Mas Kencana. Kalau temen-temen gemar membuat pastry dan bakery, pasti sudah kenal dengan produk-produk andalan Colatta. 




Gathering yang terbuka untuk umum ini dihadiri lebih dari 200 orang. Ada beberapa perwakilan komunitas kuliner dan memasak. Kayak misalnya komunitas NCC (Natural Cooking Club) dan Emak Pintar Bandung. 

Komunitas-komunitas tersebut memajang pastry dan bakery hasil olahan menggunakan bahan utama cokelat dari Colatta. Sebelum acara resmi dimulai, peserta mondar-mandir berfoto dengan aneka macam kue ini. Ya, saya juga termasuk yang foto-foto kuenya. 





Beberapa komunitas kuliner diundang sebagai peserta. Sekira lebih dari 200 orang waktu itu yang menghadiri acaranya. 99% perempuan semua deh kayaknya, termasuk saya. Gak dikit pula di antara peserta yang merupakan pelaku bisnis di bidang pastry dan bakery. 

Sebelum masuk ke ruangan, saya dibekali booklet berisi empat resep kue yang praktis cara membuatnya. Chef Arief dan Chef Nina lincah memasak kue-kue : Cheese and Crunchy Chocolate, Pie and Chocolate Brownies, Colatta Crunchy Mooncake, terakhir nih Haan Brownie Coffee Cheesecake Tart. 

Terus tiap beres masak, kuenya dibagi-bagin untuk peserta. Hore banget! hahaha. Semua kuenya enak, tapi yang paling berkesan buat saya adalah Pie Chocolate Brownies. Cara bikinnya unik. Jadi tahu deh sekarang cara bikin kue bulan. 





Acara utama dalam gathering Sweetoday 5.0 adalah peluncuran dua produk Colatta dan Haan: Colatta Crunchy Spread dan Haan Brownies Pouch. 

Colatta Crunchy Spread adalah selai cokelat siap makan. Dari namanya sudah bisa nebak ya kalau dalam cokelatnya ada tekstur renyah. 

Haan Brownies Pouch merupakan tepung instan untuk membuat brownies. Dari demo masaknya saya baru deh meratiin buat brownies gak seribet yang saya bayangin! Thanks to Haan Brownies Pouch. Cara bikin browniesnya gampang aja. Cuma campur Haan Brownies Pouch + minyak + telur. Kocok. Masukan adonan ke loyang. Panggang. Tunggu sampai matang. Udah gitu aja coba! Ya ampun...betapa hidup lebih mudah dengan resep-resep kayak gini :D 

Dalam sambutannya, Iman Setia, Marketing Communication Manager PT. Gandum Mas Kencana mengatakan bahwa acara Sweetoday adalah ajang berbagi kue-kue berbahan Colatta dan Haan yang kekinian. Haan Brownies Pouch salah satu bahan makanan kekinian yang dibuat untuk kepraktisan, harganya ekonomis, dan rasanya spesial! 

Kalau gak salah Haan Brownies Pouch dikenakan harga Rp27.000. Yok ayok kalau ke supermarket belanja bulanan, jangan lupa masukin Haan Brownies Pouch dan Colatta Crunchy Spread ke daftar belanjaan :) 




Di akhir acara ada sesi food photography dengan mentor Sefa Firdaus. Mengandalkan smartphone sebagai alat memotret makanan dan menghasilkan foto yang bagus, kenapa enggak. Tapi kan ada taktiknya. Sefa Firdaus yang followersnya sebanyak 16ribu di ainstagram ini membagikan tip dan triknya. Beberapa hal yang saya tanam kuat-kuat dalam ingatan (sekaligus saya catat :D) adalah: kenali smartphone punya sendiri, foto dengan resolusi besar, ketahui arah cahaya, belajar komposisi, belajar angle memotret, dan tidak menggunakan fitur zoom. "Kalau pake zoom, hasil foto akan pecah," ucap Sefa. 

Belajar bikin kue udah. Kenal produk yang berkualitas dan praktis juga udah. Memotret kuenya pun udah diajarin. Nah sekarang tinggal prakteknya di rumah masing-masing nih. Selamat memanggang kue dan menebar wangi cokelat ke seantero isi rumah :)