Hari minggu akhir November, kami jalan-jalan ke Car Free Day di Jalan Dago. Biasalah di sana jalan kaki terus jajan. Hihi. Tapi ada yang beda nih di CFD Dago pagi itu. Saya ikutan kampanye lingkungan sehat dari Balitbang PUPR :)
Sekarang pembangunan infrastruktur
digenjot tanpa ampun. Tidak lagi berpusat di Jawa saja, kini Sumatera,
Kalimantan, termasuk Papua, pembangunan di sana mulai diperhatikan, terutama
infrastruktur yang jadi jantung kegiatan warga: jalan raya. Dari satu tongkat pemimpin ke pemimpin lainnya, Jokowi-JS Kalla meneruskan dan menambah target proyek pembangunan Infrastruktur.
Di tahun 2017 saja Kementerian Pekerjaan
Umum dan Perumahan Rakyat (Kementerian PUPR) menargetkan 392 km jalan (tol)
yang akan beroperasi.Bagian menarik lainnya, seiring dengan percepatan
pembangunan infrastruktur tersebut, Balitbang yang bernaung di bawah Kementrian
PUPR melancarkan inovasi. Menariknya inovasi tersebut tidak melulu berhubungan
dengan infrastruktur.
Inovasi dari Balitbang PUPR saya ketahui
pada hari minggu 19 November 2017 di Car Free Day Dago, Bandung. Pada acara itu
lah Badan Penelitian dan Pengembangan Kementrian Pekerjaan Umum dan Perumahan
Rakyat (Balitbang PUPR) menyelenggarakan acara bertajuk Ciptakan Lingkungan
Sehat dengan Inovasi Balitbang. Acara tersebut digelar dalam rangka
memperingati Hari Bakti PU ke-72.
Limbah Plastik Jadi Aspal, Inovasi Balitbang PUPR
Bila ada fakta menarik berhubungan dengan
kampanye lingkungan sehat dari Balitbang PUPR di Car Free Day Dago kemarin itu,
maka hal tersebut adalah limbah plastik yang dijadikan aspal!
Dengan pembangunan insfratruktur yang
masif kayak sekarang, utamanya pembangunan jalan raya, penggunaan plastik
sebagai salah bahan campuran aspal dilakukan dalam rangka mendukung aksi
nasional pengendalian sampah plastik laut.
Di Indonesia saja diperkirakan ada 3,32
juta metrik ton limbah plastik yang belum terkelola. Tercatat 1,29 juta metrik
ton limbah plastiknya dibuang ke laut (Jambeck, 2015). Angka yang…memalukan bukan? Sekarang nih ada
solusinya, kumpulin limbah plastiknya dan jadikan campuran aspal.
Lantas timbul pertanyaan. Memangnya aspal
dengan campuran bahan limbah plastik ini berkualitas baik?
Kotak pengumpulan sampah plastik |
Dalam kadar tertentu, penggunaan plastik
sebagai salah satu campuran aspal meningkatkan stabilitas dan kekuatan yang
menambah kualitas umur layan jalan. Campuran beraspal umumnya dimodifikasi
dengan polimer, plasti itu salah satu jenis polimer. Jadi gak ada masalah
dengan penggunaan plastik sebagai campuran aspal.
Sayangnya pengolahan plastik sebagai
aspal ini tidak ditampillkan secara detail. Jenis plastik apa yang cocok untuk
campuran aspal? Apakah pengolahan plastinya dengan cara dibakar? Ada efek
sampingnya tidak dari campuran plastik dalam aspal ini? Di mana saja inovasi
ini sudah diterapkan?
Meski limbah plastik jadi aspal ini bisa
jadi solusi tentang pengelolaan sampah, ya bukan berarti kita bisa leluasa
menggunakan plastik sih. Tetap lah kurangi pemakaian plastik, bila harus
terpaksa ya gak usah pake plastik sekalian. Bahkan saya amat sangat setuju bila
kita menggunakan plastik, kita harus bayar :D
Mengembalikan bumi jadi ‘hijau’ tugasnya
bukan ada pada hanya ada di pemanfaatkan limbah saja, tapi juga pola pikir kita
sebagai penghuni planet bumi ini.
Untuk itulah Balitbang PUPR juga
mengkampanyekan kesadaran lingkungan dari pengolahan sampah Rumah Tangga dan
Jalan ‘Hijau’.
Kampanye Lingkungan Sehat dari Balitbang PUPR di Car Free Day Dago Bandung
Sejak pukul 6 pagi acara sudah dimulai.
Konten acara dari Balitbang PUPR pagi itu sangatlah bergizi. Mulai dari jalan
santai dan pungut sampah yang titik berangkatnya dari PUSair di Simpang Dago
dan berakhir di titik pos Balitbang di CFD Dago, games, senam zumba, akustik,
dan photobooth.
Oh iya bagi pengunjung yang tidak
berinteraksi secara langsung dengan acara, Balitbang PUPR meletakkan beberapa
poster di titik strategis dan dapat dibaca oleh siapa saja yang melewatinya.
Poster tersebut berisi kampanye lingkungan sehat dan inovasi yang dilakukan
Balitbang PUPR terkait empat tema: limbah plastik yang dijadikan aspal, sampah,
banjir, dan jalan ‘hijau’.
Interaksi dari acara yang berlangsung
selama empat jam selama Car Free Day Dago tersebut makin meriah dan berbobot.
Balitbang PURP menyediakan booth warna hijau mencolok. Booth yang menarik mata pengunjung itu
merupakan wadah besar berfungsi sebagai tempat pengumpulan sampah plastik.
Pengunjung membuang sampah plastiknya pada wadah tersebut. Sampah plastik itu
nantinya diangkut dan digunakan sebagai campuran ‘adonan’ aspal jalan.
Peserta Jalan Santai |
Gizi acara bertambah dengan
diselenggarakannya diskusi ringan seputar banjir, sampah, dan limbah rumah
tangga, dan plastik. Menghadirkan beberapa narasumber di bidang lingkungan,
pengunjung Car Free Day dapat mendengar dan bertanya mengenai paparan dengan
tema lingkungan sehat.
Bila diperhatikan. Bandung termasuk kota
yang memberi perhatian terhadap pengolahan limbahnya.
Masih saya ingat kampanye Biopori
bertajuk Gerakan Sejuta Biopori yang heboh dan Gerakan Pungut Sampah di tahun
2013. Belum lagi kampanye Biodigester.
Ruang terbuka hijau pun ditambah.
Taman-taman di Bandung dipercantik kondisinya. Lebih hidup dan lebih hijau.
Trotoar bagi pejalan kaki diperbaiki dan
kondisinya sekarang layak dan menyenangkan! Trotoar di jalan-jalan utama
Bandung sekarang lebih lebar. Disediakan pula bangku untuk pejalan kaki
istirahat atau pun menunggu angkot datang. Saya berharap kondisi seperti ini
merata di seluruh kota Bandung (sampai ke kabupatennya).
Di tahun 2016 dan 2017, Bandung khusus
bagian utara membangun infratruktur selokan untuk menampung air hujan.
Ceritanya gini. Kalau musim hujan di
Bandung ada penyakit namanya Cileuncang.
Alias banjir dadakan, banjir sementara akibat air hujan yang tidak tertampung. Air
hujan memenuhi jalanan karena gak ada jalan air macam selokan. Kalau pun ada, selokannya
dangkal karena endapan, mampat karena sampah, dan menyempit terhimpit bangunan
dan jalan.
Langkah revolusi diambil pemerintah kota.
Selokan dibongkar dan digali ulang. Kedalaman ditambah, lebar diperbesar. Bukan
itu saja, revolusi terbaru dari pemkot Bandung adalah membangun jalan sungai
Citepus di Jalan Pasteur dan kawasan Pagarsih.
Masih ada sih Cileuncang, tapi memang gak
separah dulu. Wewenang terkait pembangunan di ruang terbuka hijau dan kawasan
serapan air mestinya dipertegas. Gak boleh membangun bangunan komersil atau
pemukiman di area serapan air di KBU(di
Bandung namanya Kawasan Bandung Utara) dan sempadan sungai. Bukan hanya kota
Bandung sih seharusnya, wilayah lain di tingkat Kabupaten sampai dengan
Provinsi juga mesti bahu-membahu menjaga alam serapan air hujan.
Upaya untuk membasmi banjir pun menurut
saya datangnya bukan dari pemerintah kota saja, tapi juga dari warganya. Kita
masih buang sampah sembarangan gak, sudah memilah sampah belum, sudah bikin
biopori di halaman rumah kah, bangunan kita menutup jalan air gak, dan masih
banyak lagi.
Limbah Rumah Tangga dan Komposter untuk Mengolahnya
Salah satu diskusi yang saya ikuti di
acara gelarannya Balitbang PUPR di Car Free Day Dago ini temanya tentang
sampah, khususnya limbah rumah tangga.
“Mengolah sampah dimulai dari sumbernya,
paling gampang ya dari rumah, dari dapur kita,” ujar Lia Meilany Setyawati dari
Puslitbang Perumahan dan Permukiman yang menjadi narasumber dalam diskusi
tersebut.
Selain membahas tentang konsep 3R (reuse,
reduse, recycle), bagi saya salah satu
hal menarik tentang konsep recycle
dan reuse yang beliau ceritakan
tentang komposter. Di rumah saya menggunakan komposter bernama Takakura.
Mendengar paparan beliau tentang komposter sederhana dari karung dan pot, kok
terdengar lebih mudah diterapkan dibanding komposter Takakura ya. Bahkan
komposter yang ditanam ke tanah dan komposter bernama Kascing (bekas cacing)
juga menggiurkan untuk saya aplikasikan di rumah.
“Di mana saya bisa beli komposternya, Bu?”
tanya saya kepada narasumber. Ia mengatakan untuk mendapat komposter tanam dan
Kascing tersebut saya harus memesan terlebih dahulu. Kepada siapa, ia tidak memberi
keterangan lebih detail.
Andai saja membeli komposter dan
alat-alat yang berhubungan dengan pengolahan limbah rumah tangga semudah jajan
beras di minimarket.
Saya menyayangkan kampanye lingkungan,
utamanya limbah rumah tangga ini, masih minim penerapannya. Kampanyenya jalan
terus, tapi target penerapannya yang gak terlacak. Pada prakteknya banyak yang
masih malas menerapkannya. Kenapa coba?
Bila di masa mendatang Balitbang PUPR
menyelenggarakan lagi kampanye lingkungan yang sehat, mungkinkah juga memajang
komposter-komposter siap beli?
Pengunjung membaca informasi tentang kampanye Jalan Hijau |
Orang Indonesia tuh pengennya langsung
beli, malas merakitnya :D Termasuk saya, komposter Takakura saja saya
membelinya di sebuah markas besar komunitas lingkungan di Bandung. Toko Organik
namanya. Bila merakitnya sendiri saya harus menyiapkan satu wadah besar yang
ada penutupnya, sekam yang dijadikan bantal, sekam untuk mengeram sampah
organik, kardus, dan sekop. Alamak :D
Jujur saja susah banget nyari komposter
di Bandung. Bila saja komposter ini dikapitalisasi dan mudah dijangkau seperti
kita menjangkau barang-barang di minimarket, praktek pengolahan sampah dapur
ini bakal cepat terealisasi.
Namun uraian Ibu Lia berikutnya
mencerahkan, “komposter itu bisa sesederhana memanfaatkan karung tak terpakai.
Masukan sampah organik ke dalam karung, simpan karung di tempat yang kering dan
beralas batu kerikil agar air dari sampah organik mengalir dan tidak
menimbulkan bau busuk,” tuturnya lagi.
Komposter karung ini mulai terdengar
menarik dan aplikatif untuk saya :D
pas aku main ke Aqua, limbah plastik dijadiin kaos teh. tapi produksinya belum di Indonesia sih
ReplyDeleteaku belum pernah CFD an di dago, dulu kos an ku di buah batu jadi lebih cfd an di buah batu aja tinggal keluar kamar :D
ReplyDeleteAh padahal kalo ga salah aku di CFD juga da hari itu, tapi di Bubat, ahahaha. Pokonya doa terbaik buat para pemimpin yg amanah, serta inovasi2 yg ecofriendly. Save the earth!
ReplyDeleteYang paling seneng di bandung, selalu banyak perubahan... maju terus bandung
ReplyDelete