Kamu pernah gak bertanya-tanya, kalo lihat feed instagram orang yang kesannya jalan-jalan mulu, ini orang apa ya kerjanya? uangnya dari mana? sambung nyawanya kayak apa?
Kalo kamu nanya saya, nanya ke Bandung Diary, kami jawabnya ya jualan ikan.
Sejak tahun 2009 kami udah bergelut di dunia perikanan. Bangkrut mah udah biasa (tapi gak mau dibiasakan hahaha). Bikin peternakan, tutup. Bikin rumah makan, tutup. Baru nih usaha yang ke tiga ini jalan terus,
Fish Express namanya. Berkat dunia digital.
Saya dan Indra adalah pelaku usaha mikro kecil dan menengah, alias UMKM. Saat ini saya kami tercatat sebagai UMKM binaan Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Bandung. Kamu udah baca
catatan perjalanan saya di Yogyakarta beberapa waktu lalu? sebenarnya kami ke Yogyakarta dalam rangka ikut pelatihan teknologi olahan perikanan 😅 Indra yang ikut pelatihan, saya yang pergi jalan-jalan (dengan uang pribadi yoooww).
Jadi, waktu Teh Efi pengurus komunitas Blogger Bandung mengajak saya ke acara bertajuk Kampanye Nasional Reformasi Perizinan UMKM Dalam Rangka Mendorong Daya Saing Ekonomi Daerah, saya merasa wajib datang. Walau status saya pada waktu hadir adalah blogger, tapi selama acara saya merasa sebagai pelaku usaha kecil.
Kampanye dalam bentuk seminar tersebut berlangsung pada hari Sabtu 18 November 2017, bertempat di Grha Giri Wisesa PKP2A I LAN, di Jalan Kiarapayung, Jatinangor. Yup Jatinangor yang di Sumedang. Perjalanan kami hari Sabtu itu lintas kota demi melihat reformasi kayak apa sih yang udah dilakukan pada perizinan UMKM ini.
Dalam acara tersebut beberapa UMKM dilibatkan sebagai pengisi tenan. Ada batik, kuliner, aneka pakaian dari kulit, sampaia dengan mainan untuk anak-anak terbuat dari kayu.
60% UMKM Belum Punya Izin
Tercatat saat ini di Indonesia ada 56,7 juta jumlah UMKM. Sayangnya 60% dari mereka belum memiliki izin usaha. Saya sendiri merasa gak termasuk di antaranya karena saya sudah punya akta perusahaan dan sertifikasi halal.
Tapi saya lagi kesulitan urus perizinan BPOM nih 😁 berbekal izin legal kayak BPOM, saya bisa mengembangkan usaha perikanan saya dengan masuk ke pasar yang lebih besar kayak supermarket. Sayangnya urus BPOM ini batu sandungannya gak sedikit.
Kembali ke angka lagi deh.
Dari jumlah puluhan juta itu, 98% usahanya termasuk usaha mikro. Penyerapan tenaga kerjanya mencapai jumlah 90%. Bayangkan jumlah sebanyak itu seharusnya bisa jadi simbiosis mutualisme antara pemerintah dan UMKM.
Masalahnya bagi UMKM, pemerintah tuh rese banget. Urus izin berbelit-belit dan bolak-balik. Perlu uang, butuh waktu, dan capek hati. Sementara bagi pemerintah, UMKM pernah dianggap sebagai pintu pendapatan aja.
Berkaca dari data tersebut, pemerintah (akhirnya) menyadari harus ada reformasi di bidang perizinan UMKM. Daya saing Indonesia di mata dunia ada di urutan ke 37. Kalah dari Thailand apalagi Malaysia yang ada di urutan ke 20an.
Bila Malaysia sudah berlari kencang dalam urusan UMKM, Indonesia masih jalan terseok.
Sebab itu lah
Lembaga Aparatur Negara (lengkapnya Pusat Kajian dan Pendidikan dan Pelatihan Aparatur Lembaga Aparatur Negara, PKP2A I LAN) membuat pelatihan bertajuk Reform Leader Academy yang disingkat RLA. Pelatihan ini ditujukan membuat sinergi antar kementrian dan lembaga. Sinergi ini lah yang jadi bekal reformasi perizinan UMKM.
Intinya sih pelatihan ini menyatukan isi kepala tiap kementrian dan lembaga agar membuat sistem yang membuat pemerintah kompak, bersinergi, dan gak bikin pelaku UMKM bolak-balik urus perizinan (baca: mempermudah layanan perizinan UMKM).
Bagian menariknya adalah dalam acara ini salah seorang pembicara mengatakan dengan sadar kalau pemerintah harus saling legowo dan mengesampingkan ego masing-masing kementrian dan lembaga agar reformasi terkait perizinan UMKM ini dapat segera dilakukan.
Pelatihan dari negara untuk negara. Karena kesulitan perizinan itu seringnya datang dari negara/pemerintah itu sendiri.
SINTA UMKM, Rancangan Sistem Mempermudah Perizinan UMKM
Peserta pelatihan RLA ke-8 jumlahnya ada 11 institusi. Masing-masing institusi pemerintah mengirim wakilnya, mulai dari :
Kementrian Dalam Negeri,
Kementrian Keuangan,
Kementrian Perdagangan,
Kementrian Perindustrian,
Kementrian BUMN,
Kementrian Pariwisata,
Kementrian Kominfo,
Lembaga Administrasi Negara,
LIPI,
POLRI, dan
Pemprov Lampung.
(Fyi, saya masih bertanya-tanya Pemprov Lampung dipilih sebagai perwakilan pemerintah provinsi di situ).
Bayangkan segenap kunci institusi ada di pelatihan tersebut dan urun rembuk tentang gimana caranya nih mereformasi layanan perizinan UMKM. Saya harap pelatihan ini gak sia-sia alias hasilnya dijadiin.
Dalam acara seminar -yang untuk saya terlihat sebagai FGD (forum grup discussion) dan bukannya seminar ini-, perwakilan peserta maju ke panggung dan presentasi konsep yang mereka godog selama satu bulan pelatihan: SINTA UMKM.
SINTA UMKM merupakan Sistem Izin Terpadu Usaha Mikro Kecil dan Menengah skala nasional.
SINTA adalah rancangan dalam bentuk digital yang menampilkan informasi skema perizinan, termasuk akses data kebutuhan pendanaan dan kapasitas UKM. SINTA dapat diakses dalam bentuk website dan aplikasi. Bukan saja menampilkan lokasi detail data UMKM, SINTA juga terhubung dengan kantor kecamatan.
Oh iya saya harus tekankan lagi, SINTA ini bentuknya masih konsep dan ide. Artinya SINTA ini belum jadi.
Konsep SINTA ini digelontorkan di depan para narasumber dalam seminar tersebut. Para penilai (alias dosen sidangnya) terdiri dari Bappenas, Kemenpan, Kemendagri, Kadin, Kepala Pkp2A I LAN, dan BRI.
Ke-6 institusi tersebut menilai apakah SINTA ini sistem yang bagus atau enggak, cocok atau enggak, sesuai atau enggak. Masing-masing perwakilan memaparkan penilaiannya yang panjang dan birokratis ala-ala pejabat.
Sementara itu penilaian menarik buat saya datangnya dari perwakilan BRI (Bank Rakyat Indonesia) sebagai pemberi kredit mikro untuk UMKM (ngomong-ngomong usaha saya pernah jadi krediturnya BRI di tahun 2015, udah lunas hamdalah 😁). Penilaian beliau pendek, lugas, padat, dan fokus pada solusi. "Saya tunggu kapan SINTA ini akan diluncurkan," kata Agung Setyabudi, BRI, disambut tepuk tangan tulus peserta lain, termasuk saya.
Sayang sekali UMKM gak dilibatkan dalam seminar ini sebagai penilai. Tidak ada pertanyaan atau penilaian dari UMKM. Gak ada yang nanya UMKM ini butuh apa sih dari sebuah rancangan sistem terpadu kayak SINTA.
Saya pikir dalam acara ini akan ada sesi terbuka tanya jawab, dari rumah saya sudah siapkan pertanyaan untuk kementrian-kementrian yang duduk di sana. Tapi yang ada komunikasinya satu arah dari penilai terhadap SINTA UMKM.
Fyi, untuk urus perizinan kami pernah dipingpong antara Dinas Perindustrian dan Perdagangan dan Dinas Perikanan dan Kelautan. Belum selesai, kami juga harus urus dokumen ke dinas lingkungan. Repotnya melelahkan. Kenapa sih antar dinas gak saling telpon aja dan konfirmasi. Kenapa sih harus kami yang bolak-balik ke masing-masing dinas.
SINTA UMKM ini bisa jadi pintu masuk reformasi layanan perizinan. Sebagai pelaku UMKM sih saya merasa butuh banget sistem seperti SINTA. Biar apa? biar izin usaha cepat beres dan gak perlu bolak-balik ke kantor dinas dan antar dinas. Udah gitu bisa ngembangin usaha lebih luas lagi skalanya.
Kota Bandung udah punya sistem mirip SINTA. Namanya Gampil dan gak melulu buat UMKM sih, lebih untuk keperluan perizinan warga kota Bandung. Saya udah cek aplikasinya dan directorynya gampang banget. Hanya aja sering eror 😅 segitu juga udah bagus sih. Tercantum dalam aplikasinya daftar syarat perizinan mulai dari berapa biayanya dan kelengkapan surat yang dibutuhkan.
Tapi itu kan levelnya daerah ya. SINTA kan diproyeksikan skala nasional.
Emang sih SINTA ini masih rancangan, masih dalam bentuk konsep. Dari acara tersebut, saya perhatiin reformasi layanan perizinan UMKM ini baru beranjak ke tingkat kesadaran dan ide. Di lapangan, saya sendiri merasakan ada perubahan layanan. Punglinya gak ada dan ada upaya dari masing-masing dinas untuk membantu kami para pelaku UMKM.
Hanya saja sistem antar dinasnya yang mesti ditinjau lagi. Ya masa saya bikin SPPL, surat yang berhubungan dengan pengolahan limbah, mesti bolak-balik dari Dinas Perikanan ke Dinas Lingkungan (juga Dinas Perindustrian). Atuhlah...
Menurut saya jadiin dulu aja SINTA-nya. Luncurkan. Pada prakteknya nanti pasti ada evaluasi toh, bisa kali per periode ada perbaikan fitur layanan. Kalo mengendap terlalu lama khawatirnya cuma jadi wacana. Di era kayak gini, perubahan adalah pasti dan percepatan adalah kunci. Ayo pemerintah Indonesia, saatnya berlari!