Di tepi jalan yang langganan macetnya itu ada masjid antik. Di Jalan Cipaganti, nama masjidnya Masjid
Cipaganti. Gampang
ya namanya. Nyantol ke nama daerah, jadi nama masjid adalah identitas masjidnya
itu sendiri.
Turnya diadakan oleh Heritage Lover. Malia pemandunya. Kata
Malia, pejabat lokal yang (berinisiatif) membangun Masjid Cipaganti adalah menak sekaligus bupati
Bandung bernama Raden Tg Hassan Soemadipraja. Arsitek masjidnya Wolff
Schoemaker. Arsitek yang popular di Bandung saat itu, gurunya Soekarno di THS (sekarang ITB).
Jadi apa istimewanya rancangan Wolff Schoemaker di Masjid Cipaganti ini?
Biasanya rancangan dia ada ukiran bergaya artdeco, di sini kayaknya gak ada. Terus gak mungkin kan dia pasang ornamen Kala seperti ciri khasnya sebab yang dia rancang ini kan tempat ibadah umat islam.
Satu-satunya yang khas Eropa dari bangunan ini adalah lokasinya yang tusuk sate bila dilihat dari Jalan Sastra (perpotongan Jalan Cihampelas-Jalan Cipaganti).
Orang timur menganggap posisi tusuk sate gak terlalu bagus. Tapi buat orang Eropa justru estetik. Melihat Masjid Cipaganti dari Jalan Sastra terlihat indahnya. Jalan Sastra dan Cipaganti tepi jalannya pepohonan. Bila kamu berdiri di ujung Jalan Sastra - Cihampelas, terlihat pohon-pohon ini membingkai masjid. Tapi itu dulu sih waktu Jalan Sastra belum jadi parkiran motor kayak sekarang...
Coba aja datang pagi-pagi ke Jalan Sastra yang masih sepi dan berdiri di dekat jalan Cihampelas. Lihat ke arah masjid. Framing masjidnya bagus sekali.
FYI, tanah
untuk masjid merupakan wakaf dari Bupati Hassan dan sebagian lagi wakaf dari
keluarga Ursone. Hah
kok bisa Ursone yang katolik itu nyumbangin tanah untuk masjid?
Pertama,
karena di belakang masjid ada pabrik cokelat milik Mafalda, anaknya P. A Ursone
dan Nyi Oekri.
Kedua,
Nyi Oekri istrinya P. A Ursone kan muslim. Ada andil dari beliau agar Ursone mau menyumbangkan tanah
untuk pembangunan masjid.
Ketiga,
Ursone emang filantropis sih. Mereka juga nyumbangin tanah untuk pembangunan
peneropongan bintang Bosscha.
Keempat,
tanahnya Ursone ada buanyak sekaleeeee. Nyumbangin tanah untuk masjid cipaganti
buat mereka kayak buang garam di laut.
Luas
masjid di tahun 1934 hanya 19X15 m. Masih ada tuh ruangannya.
Masjid Cipaganti terdiri dari satu lantai saja dengan ruang utama di bagian tengah. Bagian utara dan selatan dari ruang tengah ini adalah ruang tambahan yang dibangun tahun 65.
Masjid Cipaganti terdiri dari satu lantai saja dengan ruang utama di bagian tengah. Bagian utara dan selatan dari ruang tengah ini adalah ruang tambahan yang dibangun tahun 65.
Ruang
utama di bagian tengah adalah ruang aslinya. Ruang berumur 83 tahun.
Pintu masuk masjid yang asli ada di bagian tengah. Pintunya mah udah modern sih. Pintu masuk masjidnya pun sekarang dari sisi selatan dan utara. Pintu di bagian tengah ini gak tahu kapan dibukanya. Mungkin pas sholat Id atau sejenisnya ya.
Pintu masuk dahulu dari bagian depan. Pas masuk masjid, ada dinding setinggi 1,70 meter yang membuat kita harus berbelok dikit agak ke kanan atau ke kiri baru deh masuk ruang utama.
Pintu masuk masjid yang asli ada di bagian tengah. Pintunya mah udah modern sih. Pintu masuk masjidnya pun sekarang dari sisi selatan dan utara. Pintu di bagian tengah ini gak tahu kapan dibukanya. Mungkin pas sholat Id atau sejenisnya ya.
Pintu masuk dahulu dari bagian depan. Pas masuk masjid, ada dinding setinggi 1,70 meter yang membuat kita harus berbelok dikit agak ke kanan atau ke kiri baru deh masuk ruang utama.
Gaya
pintu berlapis kayak gitu mirip-mirip yang saya lihat di pintu masuk keraton
dan masjid mataram kuno di Kotagede. Ada pintu di dalam pintu. Kenapa ya,
kenapa gak bisa jalan lurus aja masuk terus nyampe gitu. Kenapa harus
dibelok-belokin dulu. Itu bagian dari keindahan atau mencerminkan pola pikir
kita yang bertele-tele, senang bicara berputar-putar dulu baru nyatain maksudnya?
Dindingnya
berpola. Polanya unik dan tercantum tulisan arabnya. Bukan bahasa sunda dalam bahasa
arab, tapi emang bahasa arab. Mungkin salah satu penggalan dari ayat suci
Alquran atau doa.
Masuk
ke masjid ada tiang utama berjumlah empat. Sakaguru tersebut berbentuk segi empat
dan memiliki ukiran di bagian atas dan bawah tiang. Ukirannya gak jelas gambar apa, mungkin
bunga ya. Bentuknya kayak sulur-sulur gitu sih.
Semua
tiang dicat warna abu-abu. Ada ukiran di tiangnya, ukirannya juga di cat warna
emas dan hijau.
Saya raba ukirannya, buah craftmanship tempo dulu. Ukiran tiang ada di bagian atas dan bawah.
Saya
ajak Indra ikutan jelajah masjid, lumayan dia dan ilmu arsiteknya bisa nerangin walo gak
menyeluruh. Menurut Indra, langit-langit masjidnya bisa jadi dipasang tahun
60an. Masjid yang dulu atapnya mengecurut tinggi. Di bagian atas ada bukaan
sebagai jalan masuknya cahaya matahari sebagai penerang (karena dulu belum ada
listrik dan lampu kayak sekarang) dan sirkulasi udara.
Tempat
imam dan mimbarnya juga baru, gak tahu mimbar yang dahulu bagaimana bentuknya.
Lokasi
wudhu tidak diceritakan ada di mana. Dahulu bisa jadi airnya dari sumur sumur yang berada di dekat dinding
utara dan selatan masjid.
Bila
melihat masjid dari luar, bisa pandangi atapnya yang masih bersirap. Pucuk
masjid bukan kubah tapi bentuknya bulan sabit warna kuning. Saya gak tahu apa
bentuknya yang dulu begitu.
Di dalam Masjid Cipaganti sekitar 30 menit saja. Lihat-lihat, foto-foto. Abis itu kami ke
Jalan Hata, saya ceritain di tulisan berikutnya ya perihal rumah kuno di Jalan Hata.
Mampir-mampir ke masjid ini lah kalo lewat Cipaganti. Menyenangkan masjidnya. Berlantai satu saja. Lumayan bersih walo tempat wudhu dan kamar mandi perempuannya kekecilan. Juga menurut saya mah area tersebut masih harus disikat dan dikasi pewangi ameh teu hangseur.
Mampir-mampir ke masjid ini lah kalo lewat Cipaganti. Menyenangkan masjidnya. Berlantai satu saja. Lumayan bersih walo tempat wudhu dan kamar mandi perempuannya kekecilan. Juga menurut saya mah area tersebut masih harus disikat dan dikasi pewangi ameh teu hangseur.
plakat bangunan |
pola dindingnya bagus |
bagus ya dekorasinya, unik |
plakat bangunan |
Teks: Ulu
Foto : Ulu