Hari
Minggu di bulan Maret saya nanam Pohon Akasia di hutan belakang rumah. Memperingati
Hari Air Se-Dunia 22 Maret 2017, tidak jauh dari rumah saya diselenggarakan
Festival Gedong Cai. Penanaman pohon ini dalam rangka festival yang berhubungan
dengan air tersebut.
Gedong Cai adalah bangunan yang menampung mata
air Cibadak (Tjibadak). Berlokasi di Ledeng, nama Tjibadak adalah ejaan lama untuk nama Cibadak. Artinya Tji=air dan
Badak=besar.
Gedong Cai ini menampung berkubik-kubik air, dalam 1 detik mengalir 100liter air. Gedong Cai sekarang dikelola PDAM. Orang kota di Bandung nerima airnya dari sini nih.
Cibadak merupakan nama kampung yang banyak sumber mata airnya. Selain Cibadak, ada juga Cidadap dan Cikendi. Ketiganya memiliki nama yang artinya gak jauh-jauh dari air. Cidadap, air yang disadap. Cikendi, air di dalam kendi.
Walau namanya Festival gedong Cai, acaranya gak festive. Biasa aja sederhana gitu. Acaranya terbuka untuk umum. Tapi yang datang ya itu-itu aja. Warga sekitar yang dominan ibu-ibu dan anak-anak penggembira suasana hahaha. Pak Camat, Pak Lurah, dan satu orang Pak Polisi hadir meresmikan acaranya. Geng fotografer dan teman-teman komunitas juga berdatangan.
Kebayang saya sih harus ada lebih banyak yang ikutan. Tapi ya gak apa-apa sedikitan juga, kayaknya 30-40 orang mah ada.
Festival Gedong Cai nih kalau diperhatiin
sebenernya mirip acara ruwatan bumi. Warga berjalan beriringan menuju Gedong
Cai. Disertai kesenian tradisional dan makan Nasi Liwet bersama-sama warga
sekampung.
Mata air dahulu kala diperlakukan sehormat-hormatnya. Orang Sunda termasuk
orang yang dekat banget dengan alam. Termasuk dengan air. Banyak banget tempat
di daerah Priangan yang namanya berawalan Ci (air). Ruwatan mata air ini emang
sengaja dilakukan sebagai ungkapan terima kasih kepada alam (dan Tuhan).
Tapi zaman tambah modern. Mata air banyak yang hilang seiring pembangunan
pemukiman dan sarana rekreasi. Di sekitar Gedong Cai cuma tersisa 1 di dekat
Gedong Cai, di Cibadak ini. Dan tentu saja, manusia makin berjarak dengan alam dan gak tahu terima kasih.
Ruwatan Mata Air (Gedong Cai) sempat vakum. Baru nih beberapa tahun ini
diadakan lagi. Penyelenggaranya bukan pemerintah atau LSM. Organisatornya
Karang Taruna di Ledeng aja. Pemuda-pemudi setempat. Saya juga ikutan. Walo
hanya sebagai peserta aja selama 1 hari
Bagian serunya nih Festival Gedong Cai bukan cuma sekadar memperingati Hari
Air. Tapi juga pengingat buat warga sekitar kalau ini mata air harus
dilestarikan agar kelak pasokan air tidak habis.
Ya bagus atuh kegiatan sosial kemasyarakatan begini inisiatifnya datang dari
warga sekitar. Anak muda pula. Seneng juga bisa ikutan di dalamnya walo jabatan
sebagai peserta aja.
Sebenarnya penanaman pohon ini bukan cuma seremonial aja. Gedong Cai berlokasi
di tepi tebing. Tak jauh Gedong Cai ada jurang. Meski lingkungan sekitarnya
lebat, tapi keberadaan mata air ini sudah terpojok pemukiman. Pohon yang kami
tanam diharapkan jadi penampung air dan penahan erosi.
Waktu saya unggah foto lagi mau nanam pohon Akasia, seorang teman komentar. Katanya Akasia gak cocok ditanam di lahan kayak sekitar Gedong Cai yang lebat banyak pohonnya. Kata Danu, serbuk sari dari pohon ini menghambat pertumbuhan pohon lain. Selain Akasia, panitia menyediakan Pohon Trembesi. Seingat saya Trembesi memang rindang, tapi lahan untuk menanam Trembesi mesti luaaaaaaas banget. Bener ga ya milih Trembesi buat ditanam di sekitar Gedong Cai?
Ah ya diawali niat yang baik, semoga segalanya baik-baik aja. Amin.
Tahun 2015 saya pernah mengikuti acara bertajuk Jelajah Gedong Cai. Ada 3 tulisannya. Bisa dibaca di sini. Kondisi Gedong Cai yang sekarang saya lihat lebih terawat dibanding tahun 2015 dulu. Bagus atuh.
Jadi lebih lengkap fotonya lihat di postingan yang itu aja ya hehehe. Sebenernya ada videonya sih. Tapi...video pake Lenovo A6000 jelek amat ya gambarnya. Dominan kuning terus agak pecah gitu deh. Mesti beli hape baru kalau mau bervideo euy. Ah ya ntar deh mikir dulu heuheuhheuheuheu...
Penanaman pohon memang penting untuk menjaga kelestarian dan ketersediaan air. Warisan untuk anak cucu kelak. Tapi kayaknya memang tidak semua jenis pohon berkayu keras bisa ditanam untuk pelestarian ya?
ReplyDeleteiya nampaknya begitu, karena tiap pohon pun beda-beda karakternya ya
Deleteorang dulu bahkan menganggap sumber air sebagai tempat keramat. eh..masih ding, di desaku maish gitu teh. mitosnya kalau kita ngotorin sumber2 air itu bisa gila atau mati. heuheu. sampai2 dibuat papan peringatan di dekat sumber air. di desaku ada beberapa mata air, yang paling keramat adalah yang buat ngalirin air bersih ke masjid
ReplyDeleteemang harusnya dikeramatin aja. walo ada yang bilang musyrik, tapi justru keberadaannya terjaga. iya gak sih heuheuheu....
Deletesalut sama Karang Taruna, udah ikut mikr lingkungan
ReplyDeleteYup! betul sekali, mba monda :)
Delete