Helow. Mencoba konsisten dengan rubrik #photographytalk, dengan ini saya persembahkan tulisan kedua.
Sekarang saya mau bahas tentang mantra kedua -setelah
'pegang kamera adalah kunci'- sewaktu saya belajar motret: Everything Is New, Everything Is Interesting.
Indra yang ngasihtahu saya tentang kutipan tersebut, namun ia juga lupa ceunah siapa yang ngomong. Fotografer sih yang bilang kalimat tersebut, cuma lupa lagi namanya. So kalau ada yang membaca ini dan kamu ingat siapa fotografer yang menyebutkan kalimat sakti tersebut, feel free untuk memberitahu saya.
Jadi maksudnya gimana itu Everything Is New, Everything Is Interesting?
Tema yang saya dan Indra foto untuk Bandung Diary kebanyakan temanya travel. Bicara tentang travel, cakupannya luas. Ada kuliner, tempat wisata, budaya, dan orang-orang kami temui. Kebanyakan foto yang kami potret adalah foto bercerita.
Bayangkan kamu sekarang sudah pegang kamera dan kamu mulai memotret. Mau foto apa yah? Random aja jepret yang kamu lihat atau bagaimana?
Satu hal yang saya pelajari selama memotret adalah apapun yang saya foto, saya melihat benda/orang itu sebagai objek yang menarik. Kalau menarik, saya foto. Jika saya tidak menganggapnya menarik ya buat apa difoto. Tapi saya belajar untuk gak resisten. Saya belajar untuk melihat semuanya menarik sih :D
Contohnya saya kasih lihat yang foto-foto di Cibadak ya. Habis dari sana sih jadi kepikirannya Cibadak melulu hehehe.
FYI, Cibadak ini kawasan belanja grosiran di Bandung. Dihuni oleh orang-orang keturunan tionghoa dan hampir semua jenis barang, kecuali konveksi, ada di Cibadak. Kalau terang hari kawasannya sibuk dengan akvitias jual beli barang grosir. Begitu malam tiba, sepanjang jalan Cibadak ini tempat makan semua. Ramainya tiada tara.
Saya foto tukang roti bersepeda di Cibadak.
Pernah juga moto bangunannya sewaktu mau pulang dari Cibadak tapi hujan turun. Jadi kami tertahan di sana, ngobrol sambil jajan gorengan sambil menatap jalan Cibadak yang lengang dari pejalan kaki.
Suatu kali jajan di Cibadak dan foto kulinernya.
Dan masih ada beberapa lainnya.
Semua foto ini saya jepret dengan kamera ponsel.
Satu tempat, banyak ceritanya. Satu objek, banyak sudut pandangnya. Tapi semua itu (cerita dan sudut pandang) akan terlihat kalau kita mengganggap mereka menarik. Satu hal yang saya rasakan sewaktu belajar motret adalah kepekaan saya terlatih.
Saya ke Cibadak udah sering banget. Tapi saya gak merasa bosan. Mungkin gara-gara itu saya bisa memandang hal-hal yang biasa jadi terlihat menarik. Meski terbiasa dengan suasana Cibadak, saya gak take it for granted. Saya menganggap Cibadak baru dan tetap atraktif meski sudah ke sana untuk yang ke 2356-kalinya.
Jadi buat saya sewaktu saya moto, everything is new, everything is interesting.
Ujung-ujungnya fotografi untuk saya adalah belajar menajamkan rasa. Gimana caranya? saya motret terus dan menanam rasa antusiasme pada benda-benda dalam keseharian saya. Antusias ini yang jadi bekal saya untuk semangat. Semangat ini yang memberi saya kepekaan. Kepekaan ini yang melahirkan rasa ingin tahu dan sudut pandang.
Sewaktu hunting foto dengan Indra dan beberapa teman, kami suka saling cerita hasil foto dan berbagi sudut pandang. Saya sebagai yang paling amatir kalau lihat hasil foto mereka sering komen: HAH KOK BISA GITU YA FOTONYA,
EH IYAYA,
EH KOK GAK KEPIKIRAN YA MOTO KAYAK GITU.
LHO EMANG PINTUNYA BISA DIFOTO GITU TOH.
OH BISA YA ORANG LAGI JONGKOK DIFOTO TETEP BAGUS.
Dan banyak ungkapan 'baru-tahu' dan 'baru-sadar' lainnya. Hihihi :D
Jumpalitan belajar teknik fotografi dan berburu kamera yang oke, yang saya butuhkan ternyata hanya kepekaan. Kepekaan melihat momen, kepekaan dalam menangkap momennya, dan kepekaan dalam mengungkapkan ceritanya.
Segampang itu, namun sayangnya sesusah itu juga.
Jika saya pikir sebuah benda terlihat menawan kalau difoto dari jauh, ternyata ada yang anggap lebih kuat aura bendanya kalau difoto dari dekat. Sewaktu kita pikir memotret dengan eye-bird-view sudah paling kece, ternyata motret makro jauh lebih menarik.
Momen-momen yang bikin saya belajar itu saya dapat kalau saya keluar dan foto-foto. Kalau cuma diam dan sibuk mengoprek kamera, browsing fitur kamera, milih merek kamera dan tanpa praktek, ya garing sih jadinya.
Jadi sampai sekarang prinsip saya belajar foto masih sama. Pegang kameranya, amati sekitar, jangan resisten, semuanya terlihat menarik, jepret. Lihat hasil fotonya. Bandingkan dengan hasil foto orang lain. Belajar. Dan ulangi terus-menerus.
Anyway orang lain yang saya maksud adalah fotografer pro ya.
Pasti pada protes, ya masa foto kita yang amatiran dibandingin dengan foto hasil fotograer pro. Yaelah, ngapain foto dibandingin buat menang-menangan. Bukan gitu maksudnya.
Maksud saya perhatiin foto mereka, pelajari dan curi anglenya. Teknik ATM lah, amati, tiru, dan modifikasi. Ngomongin orisinalitas dalam fotografi, nanti bahasnya. Masih jauh :D
Perhatikan jika dengan benda yang sama, orang lain motretnya bagaimana. Kalau kamu kenal fotografernya, tanya-tanya aja sekalian. Biasanya fotografer yang udah jagoan pasti senang deh berbagi angle dan teknik foto.
Saya sering-sering lihat foto orang lain untuk mengukur bagus enggaknya foto jepretan saya. Kebanyakan hasilnya gak bagus, ada kalanya saya sering pasrah gak upload foto karena tahu fotonya jelek. Tapi sering juga saya paksa upload ke media sosial. Terkadang saya gak hapus foto-foto lama. Menurut saya sih foto-foto yang gak bagus bisa jadi feedback untuk saya nantinya.
Emang sih nanti muncul ungkapan : foto saya terserah saya lah mau motretnya gimana. Mau bagus kek mau jelek kek. Yang penting saya suka karya saya sendiri dan saya happy.
Benar sekali. Yang penting kamu happy. Namun tidak dapat kita pungkiri, foto adalah sebuah karya, maka itu melibatkan mata orang lain untuk menilainya. You cannot get away with bad pictures and say it's art (kutipan, entah siapa yang bilang saya lupa lagi).
Di Instagram kan sekarang bertebaran karya fotografer-fotografer pro. Bisa dilihat-lihat.
Follow Michael Yamashita kalau kamu motret sebuah budaya.
Follow Steve McCurry kalau kamu motret human interest.
Follow Tim Laman kalau mau motret wildlife.
Follow National Geographic dan perhatiin fotografer yang mereka tayangkan fotonya. Biasanya di Natgeo, tiap fotografer punya bidang foto yang berbeda-beda.
Follow akun yang menampilkan karya foto jurnalistik kayak Reuteurs, Worldpressphoto, Photo Society, dan Magnum Photo.
Sebenarnya sih fotografer bagus di Instagram berceceran. Dipilih-dipilih hehehehe.
Fotografer dari Indonesia juga banyak banget. Davy Linggar untuk foto-foto yang absurd dan unik, kebanyakan food instagramers yang saya tahu juga indah-indah fotonya (The Food Xplorer dan Dapur Hangus, misalnya), Dudi Sugandi, Living Loving, daaaan masih banyak lagi.
Jadi ya begitu lah. Saya pegang kameranya, mulai memotret, dan saya terapkan prinsip semuanya terlihat baru dan semuanya terlihat menarik. Jepret!jepret! :D
Thank you for reading this rambling. Please do leave your comment and i'd really want to read your thought about this #photographytalk.
Cheers!