Berjalan kaki di Bandung pasti ke kawasan Asia Afrika melulu deh tujuannya. Kayak gak ada lagi tempat lain di Bandung. Ada kok. Tapi pagi itu tujuannya pengen ke daerah Braga aja.
Pagi pukul tujuh, kami bertiga sudah mendarat di jalan Asia Afrika. Matahari paginya hangat memijat punggung saya. Karena jalan Asia Afrika ini memanjang dari Timur ke Barat, jadi sinar mataharinya pas banget menyorot jalan yang dirintis oleh Daendels, Gubernur Jenderal Hindia Belanda ini.
Berjalan kaki melewati KM 0 dan berhenti sejenak untuk memotret Hotel Savoy Homann. Emang gak pernah bosan melihat bangunan hotel Homann ini. Katanya sih arsitektur bangunan ini dibuat berdasarkan bentuk kapal penumpang yang mengangkut orang-orang Eropa ke Hindia Belanda. Gedungnya cantik sekali. Melengkung-lengkung gitu. Padahal gak tinggi-tinggi amat tapi berdiri di depan Hotel Homann ini saya suka pengen nyebut tukang-tukang bangunan dan arsiteknya sebagai orang gila. Heuheuheuheu. Karyanya bener-bener glorious!
Di tahun 1939, hotel ini menyebut dirinya sendiri sebagai The Modernest Hotel in The Netherland Indies. Saking pesaingnya dikit kali ya. Saat itu hotel yang sekelas bintang lima di Bandung palingan cuma Preanger, tetangganya Homann.
Semoga ada kesempatan saya menginap di hotel Savoy Homann. Masuknya sih sudah beberapa kali. Tapi nginep? Belum pernah.
Semoga ada kesempatan saya menginap di hotel Savoy Homann. Masuknya sih sudah beberapa kali. Tapi nginep? Belum pernah.
Lapar euy mau jajan. Kata saya kepada Gele.
Langsung deh cuss ke Braga.
Eh tapi berhenti dulu di depan gedung Majestic. Gak tahu siapa yang membuat font tulisan gedung ini, saya suka bentuknya. Dibangun tahun 1922 dan disebut sebagai bangunan Kaleng Kue. Hahaha.
Emang bentuknya kayak toples sih kalau diperhatiin. Dulu banget Majestic itu bioskop. Pada waktu saya masih kuliah, beberapa kali menghadiri pemutaran film di gedung Majestic ini. Akustik bangunannya bagus. Untuk ukuran gedung yang pernah jadi bioskop, interiornya gak luas-luas amat. Semacam nonton kelas eksekutif kali ya. Mungil tapi mewah.
Nah sekarang bergegas ke restoran kesayangan: Sumber Hidangan. Habis itu baru ingat, kepagian buat makan di restoran yang sudah ada sejak tahun 1929 di Bandung ini. Setelah ditunggu-ditunggu pun ternyata restorannya tidak buka. Yah.
Gak sedikit toko-toko tua di Bandung yang masih pake cara lama jualannya. Gak terlalu peduli dengan sistem marketing dan mementingkan konsumen kayak teori-teori jualan kayak sekarang.
Kopi Aroma dan Sumber Hidangan ini dua toko di Bandung yang cuek dengan akhir pekan. Usaha lain pada heboh buka di hari sabtu dan minggu, jam bukanya diperpanjang pula. Mereka? hari minggu tutup. Stok roti di Sumber Hidangan juga segitu-segitu aja. Pesen mendadak gak bisa, harus beli stok yang ada. Pelayannya bukan jenis yang ayu-ayu muda menggemaskan. Semuanya nenek-nenek :D
Tapi tetep aja laku barang dagangannya. Aneh :D
Well anyway nongkrong di jalan Braga sekarang lebih nyaman karena banyak bangku taman. Peninggalan dari acara peringatan Konperensi Asia Afrika bulan April kemarin. Biasanya sih banyak yang nongkrong di Braga. Mungkin pada datangnya siang ke sore ya. Pagi-pagi mereka masih pada sekolah atau tidur. Jadi kalau mau nyaman datang ke kawasan Braga, bagusnya di hari kerja dengan rentang waktu jam 6 - 10 pagi. Gak banyak alay, gak banyak yang foto pre-wed, gak banyak yang seliweran. Nyaman pokoknya!
Teks : Nurul Ulu
Foto : Indra Yudha Andriawan (Gele)
Itu di Bandung mana Mak? Sepertinya keren, bikin penasaran juga ingin ke sana.
ReplyDeleteDi Jalan Asia Afrika, Mba Ida.
DeleteKereeen. Kangen kesana pagi-pagi 😍😍😍
ReplyDeleteHayuk atuh ke asia afrika pagi-pagi, Ta. Seger! Terutama kalau akhir minggu sih hehe. Hari biasa mah ribet banyak yang berangkat kerja/sekolah.
Delete