Bandung macet melulu. Mirip Jakarta sekarang. Apalagi kalau akhir minggu, semua ruas jalan protokol ramai kendaraan. Semua tempat wisata penuh turis. Kapan dan ke mana warga Bandung harus menikmati kotanya?
Aneh dan berlawanan banget kalau saya mengeluh tentang kemacetan di Bandung. Karena sudah dapat dipastikan saya adalah salah satu penyumbang sumber stresnya masyarakat perkotaan ini.
Bagaimana bisa saya penyebabnya?
Satu. Saya suka jalan-jalan di sekitar kota Bandung. Dari mall sampai hutan, dari warung sampai kafenya. Masalahnya, saya selalu menggunakan kendaraan pribadi ke mana pun saya pergi.
Tidak ke mall, tidak juga ke taman kota. Pasti saya naik...motor! Kalau mobil sedang nganggur dan sopirnya -yang mana suami saya sendiri- tidak sedang kecapekan ya pasti saya naik mesin roda empat tersebut.
Alasan saya menggunakan kendaraan pribadi agar cepat sampai di lokasi tujuan. Juga alasan kenyamanan.
Pada akhirnya saya berpikir, jika dalam satu perjalanan di kota ini ada lima ribu warga Bandung dan lima ribu orang luar kota Bandung yang berpikiran sama dengan saya, bagaimana mungkin kota ini tidak macet?
Dua. Saya membuat blog tentang Bandung. Pada awalnya tidak dimaksudkan untuk menjadi blog rekomendasi wisata. Blog ini hanya catatan perjalanan kecil tentang bagaimana saya menikmati kota tempat saya tinggal.
Sampai kemudian blog saya ini dibaca banyak orang dan muncul pertanyaan 'how to get there'. Kalau membaca tulisan saya di blog ini, banyak sekali yang saya sisipi 'petunjuk arah' atau 'cara menuju ke sana' untuk membantu pembaca saya menemukan lokasi yang mereka inginkan.
Aneh kalau saya mengeluh macet karena beberapa orang bisa saja mendapat petunjuk arah menuju lokasi tempat wisata yang mereka tuju dari blog yang saya buat ini.
Sejak kesadaran itu tiba, saya memutuskan membuat kampanye #jalankaki dan #naikangkot di postingan yang saya sebarkan di media sosial. Mengutip perkataan walikota kebanggaan saya, Ridwan Kamil: put your car at home. pergilah dengan berjalan kaki dan naik angkot.
Perubahan di kota Bandung sudah dimulai sedikit demi sedikit oleh walikotanya. Saya, sebagai warganya, merasa harus ikut berubah mengejar kemajuan yang Pak Walikota lakukan. Mengubah attitude warga yang selalu minta dilayani menjadi warga yang lebih mandiri.
Trotoar dibuat lebar-lebar bebas PKL artinya satu: jalan kaki lebih jauh. Banyak dibangun halte artinya juga sama saja: jalan kaki lebih jauh. Daripada disamperin angkotnya sembarangan, saya memilih untuk berjalan kaki ke halte terdekat dan naik angkot dari titik tersebut.
Kalau ada lima ribu orang di luar sana yang berpikiran dan berbuat sama dengan saya, ada paling enggak lima ribu kendaraan yang terpakir di garasi masing-masing. Jalanan Bandung dapat berkurang tingkat kemacetannya. Bukan tidak mungkin, bukan? ;)
Kalau sudah kepayahan berjalan kaki, coba dipikir lagi. Memangnya berapa kilometer yang harus warga Singapura dan New York tempuh dengan berjalan kaki setiap hari demi naik MRT dan kereta api?
Mengeluh kekurangan infrastruktur yang kota ini punya hanya akan memberi sejuta alasan untuk kita gak bertindak. Kalau harus dimulainya dari diri kita sendiri, kenapa tidak. Dan saya sudah memulai kebiasaan #beranilebih jauh berjalan kaki dari diri sendiri dan keluarga kecil saya. Ikutan? ;)
Facebook : Nurul Wachdiyyah
Twitter: @bandungdiary
Instagram : Bandungdiary