1
Seruling di pasir ipis,
merdu antara gundukan pohon pina,
tembang menggema di dua kaki,
burangrang - Tangkubanprahu.
Jamrut di pucuk-pucuk,
Jamrut di air tipis menurun
Membelit tangga di tanah merah
dikenal gadis-gadis dari bukit.
Nyanyikan kentang sudah digali,
kenakan kebaya merah ke pewayangan.
Jamrut di pucuk-pucuk,
Jamrut di hati gadis menurun.
2
Harum madu
di mawar merah,
mentari di tengah-tengah.
Berbelit jalan
ke gunung kapur,
antara Bandung dan Cianjur.
Dan mawar merah
gugur lagi,
sisanya bertebaran
di kekeringan hati.
Dan belit jalan
menghilang lagi,
sisanya menyiram
darah di nadi.
3
Kembang tanjung berserakan
di jalan abu menghitam,
ditusuk bintang di timur,
hati luka di pekuburan.
Mau pergi, Nak?
-Ya, Ma. Ke mana?
- Entah, turutkan jejak lama.
Tak singgah dulu, Nak?
- Ya, Ma,
singgah cucurkan air mata.
Kembang tanjung berserakan
dipungut gadis berdendang.
Gede mengungu di pagi hari,
bintang pudar, bulan pudar,
si anak tinggalkan pekuburan,
bersedih hati.
Kembang tanjung berserakan,
dan melayu di tali benang.
4
Berbelit membiru jalan
ke Gede dan Pangrango,
lewat musim penghujan.
Gadis-gadis menyongsong pagi
di pucuk-pucuk teh yang menggeliat,
di katil orang lain menanti.
Berbelit membiru jalan
ke Gede dan Pangrango,
lewat angin dari selatan.
Ujang-ujang menyongsong hari
memikul kentang ubi galian,
dengan belati orang lain menanti.
Berbelit membiru jalan
ke Gede dan Pangrango,
juga penyair dinanti tikaman orang.
5
Hijau tanahku,
hijau Tago,
dijaga gunung-gunung berombak
Dan mawar merah
disobek di tujuh arah,
dikira orang menyanyi,
lewat di kayu kecapi.
Hijau tanahku,
hijau Tago
dijaga gunung-gunung berombak.
Dan perawan sendirian,
disamun di tujuh jalan,
dikira orang menyanyi,
tangiskan lagu kinanti.
Hijau tanahku,
hijau Tago,
dijaga gunung-gunung berombak.
6
Seruling berkawan pantun
tangiskan derita orang priangan,
selendang merah, merah darah
menurun di cikapundung.
Bandung, dasar di danau
lari tertumbuk di bukit-bukit.
Seruling menyendiri di tepi-tepi
tangiskan keris hilang di sumur,
melati putih, putih hati,
hilang kekasih dikata gugur.
Bandung, dasar di danau,
derita memantul di kulit-kulit.
7
Setengah bulatan bumi
kusilang arah membusur,
Nyatanya
aku hanya pengembara
Seruling dan pantun
di malam gelap
menyeret pulang
turun di kali Citarum.
Dan aku kembali
ke pangkuan asal.
Bunda,
dan aku kembali
ke pelukan asal.
Kiranya
dengan tambah tua!
Ah Ulu, mendung begini baca puisi seperti ini ... jatuh menusuk ke dalam hati ... hihiji
ReplyDelete