Gojek melaju kencang pada pagi hari yang lengang. Bandung libur. In fact, seluruh Indonesia berlibur karena hari Jumat 25 Maret adalah hari Paskah. Pukul 9 pagi saya harus berada di sebuah pasar tradisional yang letaknya di jantung kota Bandung. Pasar Cihapit di Jalan Cihapit. 7 km jaraknya dari rumah saya di Setiabudhi.
Jalan Cihapit adalah salah satu jalan yang memotong jalan Riau. FYI, Jalan Riau adalah kawasan terpopuler di Bandung. Surganya factory outlet dan kafe-kafe dengan kuliner yang mewah.
Kebalikannya dari Jalan Riau, Jalan Cihapit jauh lebih sederhana. Dikelilingi kawasan perumahan, Cihapit bukan barang baru buat saya. Saya dan Indra termasuk rajin datang ke sini. Jajan lah, ngapain lagi :D Biasanya di Cihapit kami jajan surabi dan baso tahu.
Tapi Cihapit isinya bukan cuma Surabi dan Baso Tahu. Emang ada apa aja sih di kawasan Cihapit ini? Kalau datang ke Bandung dan pengen tahu kuliner jalanan di satu tempat, Cihapit bisa jadi jawabannya.
Kedatangan terakhir saya ke Cihapit agak istimewa. Saya diajak Nicky, Hamim, Sasa, dan beberapa temannya dari Apit Tjihapit. Meski saya sudah pernah menjelajahi Pasar Cihapit sendirian, namun dipandu mereka, menyusuri pasar hari itu sangatlah berkesan.
Here goes ceritanya.
Saya bertemu Nicky dan Hamim di sebuah kios kedai kopi di dalam Pasar Cihapit. Los Tjihapit nama kedainya. Sambil menunggu kehadiran tiga orang teman lainnya, saya menyeruput teh manis ala nasgitel dan mengobrol tentang jalan-jalan di Solo dengan Alfian, teman saya dari Yogyakarta.
Dua gelas tes habis sudah saya teguk ketika Nicky mengajak kami keliling Pasar Cihapit.
Tapi Cihapit isinya bukan cuma Surabi dan Baso Tahu. Emang ada apa aja sih di kawasan Cihapit ini? Kalau datang ke Bandung dan pengen tahu kuliner jalanan di satu tempat, Cihapit bisa jadi jawabannya.
Kedatangan terakhir saya ke Cihapit agak istimewa. Saya diajak Nicky, Hamim, Sasa, dan beberapa temannya dari Apit Tjihapit. Meski saya sudah pernah menjelajahi Pasar Cihapit sendirian, namun dipandu mereka, menyusuri pasar hari itu sangatlah berkesan.
Here goes ceritanya.
Saya bertemu Nicky dan Hamim di sebuah kios kedai kopi di dalam Pasar Cihapit. Los Tjihapit nama kedainya. Sambil menunggu kehadiran tiga orang teman lainnya, saya menyeruput teh manis ala nasgitel dan mengobrol tentang jalan-jalan di Solo dengan Alfian, teman saya dari Yogyakarta.
Dua gelas tes habis sudah saya teguk ketika Nicky mengajak kami keliling Pasar Cihapit.
Pasar Cihapit, Pasar Tradisional yang Gak Bau dan Gak Kotor
Ini pasar sedari awal saya perhatikan memang beda dengan pasar tradisional pada umumnya. Pedagang mulai pada buka lapak jam 6 pagi. Pasar tutup jam 5 sore. Konsumen pasarnya kebanyakan sih kaum urban. Orang kota dengan pendapatan ekonomi yang baik. Menurut saya sih begitu.
Namun di kunjungan saya pada hari jumat lalu ada yang baru dari Pasar Cihapit. Nicky membawa kami ke mulut pasar. Gang Senggol, jalan masuk pasarnya sekarang bersih! Lantainya bukan lagi tanah becek. Tapi sudah beralaskan ubin. Jika kamu masuk ke pasar, di bagian kiri ada dinding bermural. Disebrang mural terdapat deretan rak lapak pedagang, lengkap dengan papan nama dan beberapa dekorasi cantik. Pada bagian atapnya terpasang asbes. Ketika hujan air tidak akan membasahi area pasar.
Ini beneran di pasar tradisional? Tanya saya dalam hati.
Beneran ternyata!
Beneran ternyata!
Menyusuri Pasar Cihapit hari itu membuka cakrawala saya. Pasar tradisonal bisa juga kok mengubah perilakunya tanpa mengubah kepentingan perut para pedagang. Orientasinya sekarang bukan hanya tentang 'saya mau dagang' tapi digeser dikit jadi 'pembeli nyaman dan akan kembali lagi pada pedagang karena mereka merasa nyaman dan senang'.
Ya siapa yang gak senang kalau belanja di pasar tradisional yang teratur, gak becek, gak basah kalau hujan, juga gak bau sampah? Saya sih seneng banget ada pasar kayak gini.
Blok-blok lapak di pasar ini juga terbilang dalam posisi yang teratur ya. Luas pasarnya juga kecil, sih. Bisa jadi ukurannya yang tidak terlalu luas, maka tidak terlampau sulit mengaturnya.
Mengingat kawasan Cihapit termasuk bersejarah, nilai lebihnya jadi tambah banyak. Pertokoan di tepi pasar bangunannya tempo dulu. Sekarang banyak yang berubah wujud lebih modern. Tulisan Toko P & D Tjihapit sekarang gak lagi huruf timbul di dinding, tapi dari semacam neon. Huhuhu saya menyesal gak motret waktu pertokoan ini masih kental aura tempo dulunya, paling enggak tiga tahun lalu deh masih jadul banget.
Khusus hari Jumat ada program Sakola Pasar Tjihapit. Program ini untuk anak-anak. Teman-teman dari Apit Tjihapit akan memandu anak-anak berkeliling pasar. Maksudnya sih mendekatkan dunia pasar pada anak-anak. Ada juga program namanya Got to School, di project ini anak-anak para pedagang diajak beraktivitas oleh Apit Tjihapit. Bentuknya macam-macam sih, baca buku misalnya. Tujuannya bagus, pasar dibuat jadi ramah-anak, ya paling enggak mereka bisa belajar di pasarnya jadi terarah, bermainnya lebih berisi.
Nicky dan Hamim merupakan bagian dari Apit Tjihapit. Bersama teman-temannya, mereka membantu mengubah wajah pasar yang kotor menjadi bersih, lebih kondusif. Ibaratnya sih yang jelek-jelek dibuang, yang bagus-bagus dipertahankan sambil ditambah dengan beberapa program positif lainnya.
Pasar tradisional potensinya banyak banget. Gak hanya tempat orang belanja, tapi juga untuk wisata. Kalau traveling ke kota lain, saya usahakan mampir ke pasar tradisionalnya. Meski hanya window shoping saja, tapi keaslian suatu tempat bisa terlihat di pasar. Dari orang-orangnya yang ngomong berbahasa lokal, jajanan pasarnya yang masih tradisional, benda-benda yang dijual juga terkadang ada saja yang unik atau absurd buat saya karena saya turis, tapi biasa saja untuk warganya.
Pasar tradisional memberikan cultural experiences yang gak bisa dikasih supermarket atau mall. Ya kayak pasar-pasar di Maroko atau Turki atau Spanyol gitu deh.
Kalau pasar tradisional gak kita remehkan, tapi dikelola dengan sangat serius, pasti jumlah pengunjung meningkat dan beragam. Pendapatan para pedagang juga bisa tambah banyak.
Tentang Apit Tjihapit, kamu bisa follow mereka di Instagram. Twitter dan Facebooknya juga ada, dengan nama yang sama dengan Instagramnya.
2. Dapat dijangkau dengan kendaraan umum (angkot), tapi kalau naik angkot harus mau jalan kaki sedikit dari tempat kamu turun dari angkot sampai pasarnya. Habisnya ini pasar tidak dilalui Angkot sih.
3. Kecuali kamu naik Gojek, bisa turun di depan pasarnya.
4. Kalau saya ke Pasar Cihapit, selalu cari angkot yang lewat jalan Riau. Yaitu angkot Margahayu - Ledeng.
5. Kalau kamu datang dari pusat kota (Jalan Merdeka, Jalan Dago), Jalan Cihapit ada di sebelah kanan jalan Riau. Patokannya Gedung Wanita. Eh tahu gak Gedung Wanita? :D ya sudah kamu cek di google map saja hehehehe.
Blok-blok lapak di pasar ini juga terbilang dalam posisi yang teratur ya. Luas pasarnya juga kecil, sih. Bisa jadi ukurannya yang tidak terlalu luas, maka tidak terlampau sulit mengaturnya.
Mengingat kawasan Cihapit termasuk bersejarah, nilai lebihnya jadi tambah banyak. Pertokoan di tepi pasar bangunannya tempo dulu. Sekarang banyak yang berubah wujud lebih modern. Tulisan Toko P & D Tjihapit sekarang gak lagi huruf timbul di dinding, tapi dari semacam neon. Huhuhu saya menyesal gak motret waktu pertokoan ini masih kental aura tempo dulunya, paling enggak tiga tahun lalu deh masih jadul banget.
Apit Tjihapit
Lagian berbelanja di pasar tradisional artinya berkontribusi menggerakan ekonomi lokal. Membeli langsung ke tukang dagangnya. Orang yang jualan kerupuk, dia memberi makan anak istrinya dari uang yang kami beri waktu beli kerupuknya. Sayuran yang kamu beli dari Ibu-ibu di sana, ia menyisihkan untung dari, misalnya, 100 ikat bayam yang ia jual untuk bayar SPP anaknya.Khusus hari Jumat ada program Sakola Pasar Tjihapit. Program ini untuk anak-anak. Teman-teman dari Apit Tjihapit akan memandu anak-anak berkeliling pasar. Maksudnya sih mendekatkan dunia pasar pada anak-anak. Ada juga program namanya Got to School, di project ini anak-anak para pedagang diajak beraktivitas oleh Apit Tjihapit. Bentuknya macam-macam sih, baca buku misalnya. Tujuannya bagus, pasar dibuat jadi ramah-anak, ya paling enggak mereka bisa belajar di pasarnya jadi terarah, bermainnya lebih berisi.
Nicky dan Hamim merupakan bagian dari Apit Tjihapit. Bersama teman-temannya, mereka membantu mengubah wajah pasar yang kotor menjadi bersih, lebih kondusif. Ibaratnya sih yang jelek-jelek dibuang, yang bagus-bagus dipertahankan sambil ditambah dengan beberapa program positif lainnya.
Pasar tradisional potensinya banyak banget. Gak hanya tempat orang belanja, tapi juga untuk wisata. Kalau traveling ke kota lain, saya usahakan mampir ke pasar tradisionalnya. Meski hanya window shoping saja, tapi keaslian suatu tempat bisa terlihat di pasar. Dari orang-orangnya yang ngomong berbahasa lokal, jajanan pasarnya yang masih tradisional, benda-benda yang dijual juga terkadang ada saja yang unik atau absurd buat saya karena saya turis, tapi biasa saja untuk warganya.
Pasar tradisional memberikan cultural experiences yang gak bisa dikasih supermarket atau mall. Ya kayak pasar-pasar di Maroko atau Turki atau Spanyol gitu deh.
Kalau pasar tradisional gak kita remehkan, tapi dikelola dengan sangat serius, pasti jumlah pengunjung meningkat dan beragam. Pendapatan para pedagang juga bisa tambah banyak.
Tentang Apit Tjihapit, kamu bisa follow mereka di Instagram. Twitter dan Facebooknya juga ada, dengan nama yang sama dengan Instagramnya.
Petunjuk Arah ke Pasar Cihapit
1. Lokasinya di Jalan Cihapit. Pake smartphone? Cek di google map.2. Dapat dijangkau dengan kendaraan umum (angkot), tapi kalau naik angkot harus mau jalan kaki sedikit dari tempat kamu turun dari angkot sampai pasarnya. Habisnya ini pasar tidak dilalui Angkot sih.
3. Kecuali kamu naik Gojek, bisa turun di depan pasarnya.
4. Kalau saya ke Pasar Cihapit, selalu cari angkot yang lewat jalan Riau. Yaitu angkot Margahayu - Ledeng.
5. Kalau kamu datang dari pusat kota (Jalan Merdeka, Jalan Dago), Jalan Cihapit ada di sebelah kanan jalan Riau. Patokannya Gedung Wanita. Eh tahu gak Gedung Wanita? :D ya sudah kamu cek di google map saja hehehehe.
Nicky dari Apit Tjihapit |
Sakola Anak Tjihapit |
Peserta Sakola Anak Tjihapit |
Los Tjihapit, kedai kopi di dalam Pasar Cihapit |
Foto : Nurul Ulu
Nice.
ReplyDeletesesekali blusukan ke pasar itu memang menyenangkan, apalagi klo pasarnya bersih gini ya
ReplyDeletetapi pada dasarnya saya emang masih belanja ke pasar tradisional. kita semua juga masih belanja di pasar kan ya? eh iya gak sih, apa saya aja ini teh heuheuheu
DeleteAku juga kesini kemarin teh, ga kaya pasar tradisional lainnya yah
ReplyDeleteIya tapi kalo diliat2, strata sosial yang belanja di sini juga emang beda dgn pasar umumnya hehehe.
DeleteCobaaaa aja kalo semua pasar tradisional seperti ini ya. Aku pernah ngajak anakku ke Pasar Cihapit. Abis ituuu...ke pasar mana pun dia kuajak (lah, ketauan emaknya doyan main ke pasar :D ), selalu dia bandingkan dengan Pasar Cihapit.
ReplyDeleteMau ke sini ah, belum sempet aja euy
ReplyDeleteBaguuusss ya! Mau coba berkunjung ke pasar Cihapit juga. Jadi makin penasaran, hehehe...
ReplyDelete